bahaya Fisika Kimia Dan Mikroorganisme Pada Makanan (physical chemical dan mikroorganisme hazard in food)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjat kankehadirat Tuhan
yang maha aesa, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Bahaya Sifat Fisika Kimia Dan Mikroorganisme Pada Makanan” Mata
Kuliah Keamanan Pangan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalahini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa Profesi Apoteker
dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
|
Jakarta,
22 September 2017
Penyusun
|
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar
Belakang
Pangan
(bahan makanan) merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Komposisi umum
bahan makanan baik yang berasal dari hewan (ternak) maupun tumbuhan terdiri
atas protein, karbohidrat, dan lemak yang mengandung banyak senyawa atau zat
gizi yang sangat bermanfaat (Winarno, 2004).
Status
gizi yang seimbang akan menjamin tubuh memperoleh semua asupan yang dibutuhkan
tubuh sehingga kesehatan tubuh dapat terjaga dengan baik. Selain asupan makanan
yang dibutuhkan harus sehat dan seimbang dalam arti memiliki kandungan zat gizi
lengkap seperti karbohidratm protein, lemak, vitamin, mineral, sesuai tingkat
kebutuhan tubuh; asupan makanan harus disiapkan secara higienis dalam arti
tidak mengandung bahan pencemar. Bila salah satu faktor tersebut tidak
terpenuhi maka makanan yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan,
penyakit, atau bahkan keracunan makanan. (Rakhmawati, 2013)
Bahan pencemar bisa berasal dari
fisika, kimia dan mikrobiologi yang terdapat pada makanan. Maka dari itu
makalah ini akan membahas tentang bahaya
cemaran dari fisika, kimia dan mikrobiologi serta cara pencegahan terjadinya
cemaran tersebut.
I.2.
Rumusan
Masalah
Bagaimana bahaya cemaran yang diakibatkan oleh fisika kimia
dan mikrobiologi yang terdapat pada makanan.
I.3.
Tujuan
Untuk mengetahui bahaya cemaran yang
diakibatkan oleh fisika, kimia dan mikrobiologi yang terdapat pada makanan
serta cara pencegahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1.
Definisi
Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.Berbagai
bahaya dapat terjadi berhubungan dengan makanan. Bahaya itu mungkin karena
proses yang terjadi pada makanan itu atau merupakan sifat yang sudah ada atau
zat yang berbahaya dari luar masuk dan mengotori makanan itu. Bahaya yang dapat
terjadi dari makanan adalah keracunan. Bahan atau bahaya (hazards) yang dapat
mencemari/mengkontaminasi pangan, terdiri dari:
a.
Bahaya kimia berupa toksin bakteri,
mikotoksin, cemaran logam berat, residu antimikroba.
b.
Bahaya biologis berupa cacing,
parasit, bakteri (mikroba) cendawan/fungi, virus, riketsia.
c. Bahaya fisik
berupa serpihan kaca, potongan kayu, logam, batu, rambut, benang, dll.
Adanya cemaran biologis pada pangan dapat
mengakibatkan terjadinya foodborne diseases,
yaitu penyakit pada manusia yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang
tercemar. Pangan asal ternak yang terdiri dari daging, telur, susu, pangan asal
laut, dan hasil olahannya (seperti dendeng, bakso sosis, abon, kornet, burger,
mentega, es krim, youghurt, mayonaise, dll) merupakan bahan pangan yang
mengandung protein tinggi, keasaman (pH) kira-kira 4,6 dan kandungan air tinggi
(aW>0,85). Hal ini merupakan media yang sangat baik untuk perkembangan
mikroorganisme patogen. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pangan asal ternak
mudah tercemar oleh bakteri patogen penyebab foodborne diseases. Saat ini foodborne
diseases telah menjadi salah satu isu penting bagi kesehatan masyarakat dan
lebih dari 250 foodborne diseases
telah dilaporkan di seluruh dunia. Sebagian besar penyakit tersebut bersifat
infeksius yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Penyakit lainnya
adalah keracunan yang disebabkan oleh toksin/racun dan bahan kimia yang
mencemari makanan.
II.2.
Jenis –
Jenis Cemaran Pada Makanan
II.2.1 Cemaran Kimia
Menurut BPOM Cemaran kimia
adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari unsur atau senyawa kimia yang
dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, dapat berupa cemaran logam
berat, cemaran mikotoksin, cemaran antibiotik, cemaran sulfonamida atau cemaran
kimia lainnya.
1.
Bahan
Tambahan Pangan (BTP)
BTP Adalah bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mengawetkan makanan, membentuk makanan
menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut, memberikan warna dan aroma
yang lebih menarik sehingga menambah selera, meningkatkan kualitas pangan dan
menghemat biaya. Penggunaan BTP dalam jumlah yang diizinkan, tidaklah berbahaya
terhadap kesehatan konsumen.
Tetapi, jika menggunakan BTP secara
berlebihan atau jika menggunakan bahan tambahan terlarang didalam makanan, akan
menyebabkan gangguan kesehatan bagi tubuh. Beberapa bahan tambahan terlarang
untuk pangan terakumulasi didalam tubuh dan telah terbukti dapat menyebabkan
kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi
makanan. Bahan pewarna, pengawet dan pemanis buatan merupakan bahan tambahan
pangan yang sering disalah gunakan pemakaiannya. Contoh
penggunaan bahan aditif non pangan adalah penggunaan pewarna tekstil untuk pangan
sebagai bahan pewarna makanan atau penggunaan Dulsin, Asam Salisilat,
Nitrofurazon, formalin dan boraks sebagai pengawet bahan hewani (ayam, ikan)
dan produk olahannya juga pengawet untuk tahu dan mie. Methanil Yellow dan
Rhodamin B yang diketahui sebagai pewarna makanan yang dilarang penggunaannya.
Formalin merupakan zat pengawet
terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini
termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya
di dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di
dalam sel sehinga menekan fungsi sel dan menyebabkan matinya sel yang
menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan yang tidak
berwarna dan baunya sangat menusuk dan khas. Di dalam formalin terkandung
sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15%
sebagai pengawet.
Formalin
dikenal luas sebagai bahan pembunuh hama ( desinfektan ) dan banyak digunakan
dalam industri. Sejauh ini, pemanfaatannya tidak dilarang namun setiap pekerja
yang terlibat dalam pengangkutan dan pengolahan bahan ini harus ekstra
hati-hati mengingat risiko yang berkaitan dengan bahan ini cukup besar.
Formalin
biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain: Formol
, Morbicid , Methanal , Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene
aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methylene glycol,
Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene,
Trioxane.
Gelaja dan
tanda keracunan akut formalin :
·
Terhirup mengakibatkan iritasi,
alergi,mual,muntah,sulit bernafas,asma,sakit kepala.
·
Kontak dengan kulit,terjadi reaksi
alergi,luka bakar
·
Kontak dengan mata;iritasi
,gatal,mata berair dan dapat menyebabkan kebutaan.
·
Tertelan;luka bakar,mual,muntah,diare,sakit
perut,sakit kepala,kejang-kejang,dan koma.
Gejala dan
tanda keracunan kronik formalin :
·
Terhirup,mengantuk,ganguan
menstruasi,steril dan kangker.
·
Kontak dengan
mata;iritasi,gatal,mata berair dan buta.
·
Kontak dengan kulit;gatal
dankerusakan hati.
·
Tertelan;gataldan ganguan pencernaan
·
Pada keadaan yang berat dapat
terjadi shock,hipotermia,takhipea dan metabolik asidosis.
2.
Pestisida
Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik
insekta, jamur maupun gulma, Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi :
Insektisida (pembunuh insekta), Fungisida (pembunuh jamur), dan Herbisida
(pembunuh tanaman pengganggu/gulma).
Gejala keracunan pestisida adalah pusing, perut
mual-mual, mata berkunang-kunang dan perasaan letih, muntah-muntah, gemetar,
muka pucat pasi, sempoyongan jalan tidak seimbang dan lain-lain.
3.
Hidrogen Peroksida
Minyak
jelantah yang telah rusak dibuat kembali menjadi minyak yang secara fisik
tampilannya baik. Tindakan pemalsuan ini dilakukan dengan memanaskan minyak
jelantah sampai mendidih kemudian ditambahkan hidrogen peroksida sehingga
warnanya menjadi jernih, kemudian minyak itu dijual kembali dengan klaim minyak
baru.
4.
Logam berat Pb (timbal), Hg, Zn, Cu
Keracunan tetapi juga akibat mengasup makanan yang
tercemar logam berat. Sumbernya sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam di
lingkungan yang tercemar atau daging dari ternak yang makan rumput yang sudah
mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Cemaran kimia juga dapat terjadi secara alami yaitu pada
tanaman pangan yang biasa kita konsumsi setiap hari. Beberapa jenis tanaman
pangan yang ternyata dapat mengandung senyawa yang berpotensi racun, walaupun
dengan kadar yang rendah. Contoh tanaman yang mengandung senyawa racun yaitu
singkong yang mengandung linamarin dan lotaustralin. Keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Jika singkong mentah atau yang dimasak
kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi senyawa
kimia yang dinamakan hidrogen sianida,
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kacang merah yang mengandung fitohemaglutinin (phytohaemagglutinin), yang
termasuk golongan lektin. Pucuk
bambu (rebung) yang mengandung racun alami yang termasuk golongan glikosida
sianogenik. dll
II.2.2 Cemaran Mikrobiologis
Cemaran biologis atau mikrobiologis terdiri dari
parasit (protozoa dan cacing), virus, kapang, dan bakteri patogen yang dapat
tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi
dan keracunan pada manusia. Mikroba tersebut dapat masuk dan mencemari bahan
pangan karena terbawa oleh air tercemar, debu, binatang ternak, hewan
peliharaan, binatang pengerat (tikus), serangga (lalat kecoa), maupun peralatan
dan tangan yang kotor. Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin
(racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat
menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi ketika toksin sudah
terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga mengindikasikan keadaan
berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan sudah dipanaskan sebelum
disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan
keracunan meski bakteri tersebut sudah tidak terdapat dalam makanan.
a. Bakteri Patogenik
Ø
Staphylococcus aureus
Pangan
asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba pembusuk atau patogen yang
berbahaya bagi kesehatan manusia. Dengan karakteristik yang khas, produk
ternak merupakan media yang disukai mikroba sebagai tempat tumbuh dan berkembang.
Setelah dipotong, mikroba mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani
cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penanganan yang baik. Mikroba
pada produk ternak terutama berasal dari saluran pencernaan. Beberapa jenis
penyakit yang ditimbulkan oleh pangan asal ternak adalah penyakit antraks,
salmonelosis, brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis, dan penyakit akibat
cemaran Staphylococcus aureus.
Ø
Campylobacter
jejuni
Seperti daging hewani lainnya, daging unggas cocok sebagai
media perkembangan mikroba, karena unggas cenderung berada di lingkungan yang
kotor. Selain hidup dalam kondisi kotor, cemaran daging unggas di Indonesia
juga dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan peternak, kebersihan
kandang, serta sanitasi air dan pakan. Sanitasi kandang yang kurang baik dapat
menyebabkan timbulnya cemaran mikroba patogen yang tidak diinginkan.
Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran
Salmonella dan Campylobacter yang dapat menginfeksi manusia. Campylobacter
jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang mencemari ayam maupun
karkasnya. Cemaran bakteri ini pada ayam tidak menyebabkan penyakit, tetapi
mengakibatkan penyakit yang dikenal dengan nama campylobacteriosis pada
manusia.Penyakit tersebut ditandai dengan diare yang hebat disertai demam,
kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis.
Ø Salmonella
Telur merupakan produk unggas yang selalu dihubungkan dengan
cemaran Salmonella yang berasal dari kotoran ayam dalam kloaka atau dalam
kandang. Secara alami, cangkang telur merupakan pencegah yang baik terhadap
cemaran mikroba. Cemaran bakteri dapat terjadi pada kondisi suhu dan kelembapan
yang tinggi.
Cemaran pada telur bebek lebih banyak dibanding pada telur
ayam. Apabila penanganan telur tidak dilakukan dengan baik, misalnya kotoran
unggas masih menempel pada cangkang telur, maka kemungkinan Salmonella dapat
mencemari telur, terutama saat telur dipecah. Cemaran mikroba tersebut dapat
dikurangi dengan cara mencuci dan mengemas telur sebelum dipasarkan.
Salmonelosis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh cemaran Salmonella dan
dapat menyebabkan rematik, meningitis, abses limpa, pankreatitis, septikemia,
dan osteomielitis.
Ø E. coli, Brucella sp., Bacillus
cereus, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.
Beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu
adalah Brucella sp., Bacillus cereus, Listeria monocytogenes,
Campylobacter sp., Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp. Bakteri E.colidalam
air susu maupun produk olahannya dapat menyebabkan diare pada manusia bila dikonsumsi.
Susu merupakan bahan pangan yang berasal dari sekresi
kelenjar pada hewan mamalia seperti sapi, kambing, kerbau, dan kuda. Susu
mengandung protein, lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan sejumlah enzim. Susu
yang berasal dari sapi sehat dapat tercemar mikroba non patogen yang khas
segera setelah diperah. Pencemaran dapat berasal dari sapi, peralatan
pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan
penanganan oleh manusia.
Kandungan mikroba yang tinggi menyebabkan susu cepat rusak.
Pertumbuhan mikroba dalam susu dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan susu,
yang ditandai oleh perubahan rasa, aroma, warna, konsistensi, dan penampakan.
Oleh karena itu, susu segar perlu mendapat penanganan dengan benar, antara lain
pemanasan dengan suhu dan waktu tertentu (pasteurisasi) untuk membunuh mikroba
yang ada.
Ø Shigella sp, Vibrio cholera,
Listeria monocytogenes, Clostridium sp
Buah dan sayur dapat tercemar oleh bakteri patogen yang
berasal dari air yang tercemar limbah, tanah, atau kotoran hewan yang digunakan
sebagai pupuk. Tingkat cemaran akan meningkat pada bagian tanaman yang ada di
dalam tanah atau dekat dengan tanah. Air irigasi yang tercemar Shigella
sp., Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio cholerae dapat
mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp.,
Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur
melalui tanah.
Tingkat cemaran mikroba tergantung dari lamanya waktu sejak
sayuran dipanen hingga dipasarkan karena memungkinkan mikroba tumbuh dan
berkembang. Penanganan dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan
bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora yang dapat
menghasilkan zat karsinogen. Listeria monocytogenes dapat
menyebabkan penyakit ringan seperti flu hingga penyakit berat
seperti meningitis dan meningoensefalitis. Sementara patogen bawaan dari
makanan seperti Clostridium botulinum sangat berkaitan dengan
penyakit ekstraintestinal akut, yang dapat menyebabkan sindrom neuroparalisis
dan sering kali berakibat fatal.
Ø Proteus morganii, Klebsiella
pneumoniae, Hafnia alvei, Vibrio vulnificus, Vibrio parahaemolyticus
Seperti produk hewani lainnya, ikan merupakan sumber pangan
yang mudah rusak. Dengan kandungan air dan protein tinggi, ikan merupakan
tempat sangat cocok sebagai media untuk pertumbuhan mikroba baik patogen maupun
nonpatogen. Kerusakan ikan terjadi segera setelah ikan keluar dari air, namun
aktivitas mikroba yang akan merusak daging ikan baru terjadi setelah ikan
melewati fase rigor mortis.
Kerusakan ikan ditandai dengan adanya lendir di permukaan
ikan, insang memudar (tidak merah), mata tidak bening, berbau busuk, dan
sisik mudah terkelupas. Ikan dari perairan pantai sering kali tercemar oleh
bakteri Vibrio parahaemolyticus yang dapat menular pada saat
transportasi maupun pemasaran. Bakteri sering mengkontaminasi produk perikanan
umumnya merupakan bakteri Vibrio vulnificus dan V.
Cholerae.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan, cemaran bakteri
Vibrio sp. dalam produk pangan harus negatif, artinya tidak boleh ada. Bakteri
patogen lainnya adalah yaitu Proteus morganii, Klebsiella
pneumoniae, dan Hafnia alvei. Tiga spesies bakteri
tersebut sering mencemari ikan laut dari famili Scombroidei yang banyak
terdapat di perairan Indonesia.
Kasus keracunan histamin pada mulanya lebih dikenal sebagai
keracunan scombroid karena melibatkan ikan dari famili Scombroidei, yaitu
tuna, bonito, tongkol, mackerel, dan seerfish. Jenis ikan tersebut mengandung
histidin bebas dalam jumlah besar pada dagingnya, yang pada kondisi tertentu
dapat diubah menjadi histamin karena adanya aktivitas enzim histidine
dekarboksilase dari bakteri yang mencemari ikan tersebut. Gejala keracunan
histamin dimulai beberapa menit sampai beberapa jam setelah ikan dikonsumsi.
b. Kapang
Ø Aspergillus flavus dan A.
Parasiticus
Kapang merupakan jenis mikroba yang menyerang tanaman
pangan, terutama serealia dan kacang-kacangan. Serangan kapang dapat terjadi
saat tanaman masih di ladang (cemaran prapanen), maupun selama penanganan
pascapanen. Kapang yang umum mencemari serealia dan kacang-kacangan adalah
Aspergillus flavus dan A. Parasiticus yang sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia karena menghasilkan racun aflatoksin.
Kedua
jenis kapang ini dapat menghasilkan Aflatoksin yang merupakan secondary metabolic products dan
bersifat toksik bagi manusia. Aflatoksin merupakan molekul kecil yang tidak
suka terhadap air, tahan terhadap perlakuan fisik, kimia maupun biologis dan
tahan terhadap suhu tinggi. Aflatoksin yang umum dijumpai adalah aflatoksin B1,
B2, G1, G2, M1, dan M2. Dari enam jenis aflatoksin tersebut, yang paling
berbahaya bagi kesehatan manusia adalah aflatoksin B1. Selain aflatoksin,
fumonisin juga merupakan salah satu mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang dari
spesies Fusarium moniliforme. Jagung yang tercemar Aspergillus.
Ø Aspergillus
ochraceus
Secara alami A. ochraceus terdapat
pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan
buah-buahan. Menghasilkan toksin yang sangat berbahaya yaitu Okratoksin. Okratoksin, terutama Okratoksin A
(OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan
juga diduga bersifat karsinogenik.
Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada
berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena
OA bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang
berlemak. Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang
dikonsumsi.
Ø Penicillium
viridicatum
P.viridicatum Menghasilkan
racun Ocratoksin A. tumbuh
pada suhu antara 0 – 310 C dengan suhu optimal pada 200C
dan pH optimum 6 – 7. Selain dihasilkan oleh kapang A.ochraceus, OA
juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum (Kuiper-Goodman,
1996) yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate),
seperti pada gandum di eropa bagian utara. Saat ini diketahui sedikitnya 3
macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C
(OC). OA
adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam.
Ø Fusarium graminearum, F.tricinctum, dan F. moniliforme.
Zearalenon adalah toksin estrogenik yang
dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F.tricinctum, dan
F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum
20 – 250C dan kelembaban 40 – 60 %. Zearalenon pertama kali
diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu
tinggi.
Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan
zearalenon, diantara nya α-zearalenol yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali
lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah
6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon,
7-dehidrozearalenon, dan 5- formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar
zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia
lainnya.
Ø Trichoderma, Myrothecium,
Trichothecium dan Stachybotrys
Toksin Trikotesena
dihasilkan oleh kapang Trichoderma, Myrothecium, Trichothecium dan
Stachybotrys. Mikotoksin golongan ini dicirikan dengan adanya inti
terpen pada senyawa tersebut. Toksin yang dihasilkan oleh kapang-kapang
tersebut diantaranya adalah toksin T-2 yang merupakan jenis trikotesena paling
toksik. Toksin ini menyebabkan iritasi kulit dan juga diketahui bersifat
teratogenik. Selain toksin T-2, trikotesena lainnya seperti deoksinivalenol,
nivalenol dapat menyebabkan emesis dan muntah-muntah (Ueno et al., 1972 dalam
Sinha, 1993).
Ø F. proliferatum, F.nygamai, F.
anthophilum, F. diamini dan F. Napiforme
Kapang-kapang
tersebut dapat menghasilkan racun Fumonisin,
Fumonisin termasuk kelompok toksin
fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium sp.,
terutama F. moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin
ini relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari F.
moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al., 1988).
Selain F. moniliforme dan F. proliferatum,
terdapat pula kapang lain yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai,
F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme.
F. moniliforme tumbuh
pada suhu optimal antara 22,5 – 27,50 C dengan suhu maksimum 32
- 370C. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai
negara didunia, terutama negara beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas
pertanian yang sering dicemari kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum dan
berbagai produk pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah diketahui 11
jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1),
FB2, FB3dan FB4, FA1, FA2,
FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3.
Diantara jenis fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas
yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak
mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga
ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
Keberadaan kapang penghasil
fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama jagung di
Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi (1996), Ali et
al., 1998 dan Maryam (2000). Keberadaannya perlu diwaspadai mengingat
mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat
meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut (Maryam, 2000).
c.
Parasit
Ø
Liver fluke dan Fasciola hepatica
Cacing diketahui terdapat pada hasil-hasil peternakan,
misalnya Fasciola hepatica yang ditemukan pada daging atau
hati sapi. Adanya cemaran cacing tersebut akan mengakibatkan infeksi pada
manusia jika mengkonsumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan
baik. Liver fluke dan Fasciola hepatica akan berpindah dari tanah ke
selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang tercemar sebagai
pupuk kandang. Buah dan sayur dapat tercemar oleh mikroba patogen yang berasal
dari air yang tercemar limbah, tanah, atau kotoran hewan yang digunakan sebagai
pupuk, dan pada akhirnya dikonsumsi oleh manusia.
d. Virus
Ø
Hepatitis A
Adanya virus tersebut di dalam makanan mungkin disebabkan
oleh pencemaran terhadap air yang digunakan dalam penanganan bahan
pangan, penggunaan peralatan dan wadah yang tidak higienis, cara penanganan
yang tidak aseptis, pekerja yang terinfeksi karena kurangnya fasilitas toilet
dan pencuci tangan, kurangnya praktek kebersihan, dan penyakit yang diderita,
penggunaan kemasan yang tidak steril atau tercemar oleh kotoran dari binatang
pengerat, burung, dan serangga
II.2.3 Cemaran Fisik
Bahaya cemaran fisik seperti benda
yang dapat menyebabkan luka pada jaringan pencernaan serta kerusakan pada gigi
dan gusi. Pada
makanan, bahaya tersebut dapat terjadi melalui berbagai cara: dari pangan itu
sendiri, pekerja, peralatan, proses pengolahan dan pembersihan serta dari
konsumen. Makanan dapat dikatakan tidak aman atau terkontaminasi
oleh cemaran fisika apabila terdapat kotoran yang kasat mata atau
benda-benda fisik. Contohnya, pecahan gelas, pecahan lampu, pecahan logam, paku, potongan
kawat, kerikil, stapler, rambut, bulu binatang, karet dan benda asing
lainnya. Cemaran fisika akan merusak kualitas dan mutu dari
makanan tersebut, dan tentu juga dapat membahayakan manusia jika termakan dan masuk ke
dalam alat-alat pencernaan. Meskipun bahaya fisik tidak selalu menyebabkan
terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat menjadi
pembawa atau carier bakteri-bakteri patogen dan tentunya dapat
mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.
Beberapa bahan pangan yang terindikasi telah tercemar
cemaran fisika seprti; bahan pangan atau makanan yang kotor karena tercemar
benda-benda asing seperti pecahan gelas, potongan tulang, potongan kayu,
kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya. Makanan yang dibungkus plastik
atau daun dengan menggunakan stapler beresiko bahaya fisik, karena stapler yang
terlepas dapat masuk ke dalam makanan tanpa diketahui.
II.3.
Cara
Pencegahan
1. Lima Kunci Keamanan
Pangan (food safety, WHO)
a.
Jagalah kebersihan
dengan: cuci tangan sebelum mengolah pangan dan sesering mungkin selama
mengolah pangan, cuci tangan sesudah dari toilet, cuci dan sanitasi seluruh
permungkaan yang kontak dengan pangan dan alat pengolah pangan.
b.
Pisahkan pangan mentah
dari pangan matang; pisahkan daging sapi, unggas dan hasil laut dari pangan
lain. Gunakan peralatan yang terpisah, seperti pisau dan talenan untuk mengolah
pangan mentah. Simpan pangan dalam wadah untuk menghindari kontak antara pangan
mentah dan pangan matang.
c.
Masaklah dengan benar;
masaklah pangan dengan benar terutama daging sapi, unggas, telur dan pangan
laut. Rebuslah pangan sampai mendidih, usahakan suhu internalnya mencapai 700C
untuk daging, usahakan cairan bening tidak berwarna merah muda, panaskan
kembali pangan dengan benar sebelum dimakan.
d. Jagalah
pangan pada suhu aman; jangan biarkan pangan matang pada suhu ruang lebih
dari 2 jam. Simpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin
(sebaiknya pada suhu di bawah 50 ⁰C).
Pertahankan suhu makanan lebih dari 60 ⁰C sebelum disajikan. Jangan biarkan
makanan beku mencair padasuhu kamar.
e. Gunakan
air dan bahan baku yang aman; gunakan air yang aman atau beri perlakuan agar
air aman. Pilihlah pangan segar dan bermutu. Cucilah buah-buahan atau sayuran
yang bersih, terutama yang dimakan mentah. Jangan mengkonsumsi pangan yang
sudah kadaluwarsa.
2.
Bagaimana
Cara Menghindari dari Cemaran dalam Pangan
a.
Untuk menghindari
bahaya mikrobiologis, jauhkan atau lindungi bahan pangan atau makanan dari
cemaran mikroba, misalnya dengan cara melindungi (menutup) bahan pangan atau
makanan dari serangan hama seperti lalat, kecoa, tikus dan binatang pembawa
penyakit lainnya. Memilih bahan pangan yang bermutu baik adalah suatu cara yang
paling utama dalam menghindari bahaya mikrobiologis.
b.
Untuk menghindari
bahaya kimia, jauhkan atau lindungi bahan pangan dari cemaran kimia, misalnya
dengan mengolah pangan di tempat yang jauh dari sumber pencemaran seperti tempat
penyimpanan pupuk, insektisida, oil dan sebagainya. Menggunakan bahan pangan
yang bersih bebas pestisida adalah cara lainnya untuk menghindar dari bahaya
kimia.
c.
Untuk menghindari
bahaya fisik, gunakan hanya bahan yang sudah bersih dari kerikil, dan/atau
cemaran fisik lainnya. Sortasi dan mencuci adalah tahap-tahap pengolahan yang
baik untuk menghindari bahaya fisik.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil
kesimpulan antara lain :
1.
Cemaran pada makanan bisa berasal dari bahan kimia, mikrobiologis,
dan fisika
2.
Bahaya kimia berupa toksin bakteri,
cemaran logam berat, pestisida, hidrogen peroksida maupun dari senyawa kimia
yang terkandung dalam bahan pangan itu sendiri.
3.
Bahaya mikrobiologis berupa cacing,
parasit, bakteri (mikroba) cendawan/fungi, virus.
4.
Bahaya fisik berupa serpihan kaca,
potongan kayu, logam, batu, rambut, karet dll
5.
Untuk menanggulangi senyawa beracun yang terdapat dalam
makanan tidak ada cara untuk menghindar 100% dari bahaya senyawa-senyawa
beracun itu dalam kehidupan kita sehari-hari, yang perlu kita lakukan adalah
meminimalkan penggunaannya sehingga tidak melewati ambang batas yang
disarankan.
III.2 Saran
·
Hendaklah teliti dalam
memilih pangan yang akan dikonsumsi
·
Meningkatkan kewaspadaan
kita terhadap berbagai bahaya cemaran yang terkandung dalam pangan.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. (2009). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Republik. Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan
Batas MaksimumCemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.
Maryam,
R., Bahri, S., Zahari, P. 1994. Deteksi aflatoksin B1, M1 dan Aflatoksikol
dalam Telur dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Prosiding Teknologi
Veteriner untu Kesehatan Hewan dan Keamanan Pangan. Bogor, 22-24 Maret 1994.
Maryam,
R. 2000a. Fumonisin: Kelompok mikotoksin fusarium yang perlu diwaspadai. Jurnal
Mikologi Kedokteran Indonesia (Indonesian Journal of Medical Mycology),
1(1): 51-57.
Maryam,
R. 2000b. Kontaminasi Fumonisin pada bahan pakan dan pakan ayam di Jawa Barat.
Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 September
2000. Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertania,
Departemen Pertanian. Hal.538-542
Sinha, K.K.1993. Mycotoxins.
ASEAN Food Journal. 8(3): 87-93
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012
Tentang Pangan, Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta.
Winarno, F.G. 1997. Naskah
Akademis. Keamanan Pangan. FTDC (Food Technology Development Center) Institut
Pertanian Bogor.
Winarno, F.G. 2004. Keamanan
Pangan, Cetakan 1 Jilid 2. M-Brio Press, Bogor.
WHO. 2006. Penyakit Bawaan Pangan:
Fokus Pendidikan Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Rakhmawati Anna. 2013. Potensi Hazard Bahan Pangan. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar