HIRARKI PER UU AN, UU, PP, PMK, PBOM

NAMA :ZULRAHMATULHUDA
IG.jpgZULRAHMATULHUDA
ASPEK
UU No. 5 TH 1997
JUDUL
PSIKOTROPIKA
LATAR BELAKANG
1.Convention On Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika 1971)
2. Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 (Konvensi Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988).
DASAR HUKUM
-     Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UndangUndang Dasar 1945;
-     UUNo 23 Th 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Th 1992 No 100, Tambahan Lembaran Negara No 3495);
-     UUNo 8 Th 1996 tentang Pengesahan Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika 1971) (Lembaran Negara Th 1996 No 100, Tambahan Lembaran Negara No 3657);
KETENTUAN UMUM
Definisi: psikotropika, pabrik, produksi, kemasan psikotropika, peredaran, perdagangan, pedagang besar farmasi, pengangkutan, dokumen pengangkutan, transito, penyerahan, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, korporasi, menteri
TUJUAN
a.      menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
b.     mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
c.      memberantas peredaran gelap psikotropika. 
MATERI MUATAN/ASPEK YANG DIATUR
a.      produksi
b.     peredaran
c.      ekspor dan impor
d.     label dan iklan
e.      kebutuhan dan pelaporan
f.      pengguna psikotropika dan rehabilitasi
g.     pemantauan prekusor
h.     pembinaan dan pengawasan
i.       pemusnahan
j.       peran serta masyarakat
k.     ketentuan pidana
l.       ketentuan peralihan
m.   ketentuan penutup
MATERI FARMASI
Psikotropika, produksi, peredaran, penyaluran, penyerahan, ekspor dan impor, kebutuhan dan pelaporan, pemusnahan
SANKSI
Denda dan pidana
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
1.     Ketentuan peralihan :
-          Pasal 73 : Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur psikotropika masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan UU ini
2.     Ketentuan penutup :
-          Pasal 74 :UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UU ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
ASPEK
UU NO8 TH 1999
JUDUL
PERLINDUNGAN KONSUMEN
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
1.    Pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil & makmur
2.    Aneka ragam barang –jasa menigkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengakibatkan kerugian konsumen
3.    Pasar nasional harus menjamin kesejahteraan masyarakat, dan kepastian mutu, jumlah, keamanan barang-jasa
4.    Perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, kemandirian konsumen untuk melindungi diri, & sikap bertanggung jawab
5.    Ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen belum memadai
6.    Perlu perangkat peratuan perundang-undangan
DASAR HUKUM
Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, Pasal 33
KETENTUAN UMUM
Definisi : Perlindungan konsumen, konsumen pelaku usaha, barang, jasa, promosi, imporbarang, impor jasa, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, Klausula baku, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Menteri
TUJUAN
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan & kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.      Mengangkat harkat & martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang – jasa
3.      Meningkatkan permberdayaan konsumen akan hak –haknya sebagai konsumen
4.      Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hokum & keterbukaan informasi & akses untuk mendapatkan informasi
5.      Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan konsumen
6.      Meningkatkan kualitas barang – jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang – jasa
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Hak & kewajiban, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, ketentuan pencantuman klausula baku, tanggungjawab pelaku usaha, pembinaan & pengawasan, badan perlindugan konsumen nasional, Lembaga Perlindungan konsumen swadaya masyarakat, penyelesaian sengketa, badan peyelesaian sengketa konsumen, penyidikan, sanksi
MATERI FARMASI
Larangan memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,cacat atau bekas dan tercemar
SANKSI
Pidana denda & penjara
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
1.      Berlaku setelah 1 th diundangkan
2.      Peraturan perundang-undangan yang sudah ada yang bertujuan melindungi konsumen, tetap berlaku

ASPEK
UU No 13 Th 2003
JUDUL
KETENAGAKERJAAN
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
a.       Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,adil,makmur,dan merata,baik materil maupun spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
b.      Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting seba­gai pelaku dan tujuan pembangunan
c.       Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
d.      Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesem­patan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
e.       Beberapa UU di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali.
DASAR HUKUM
UUD 1945 , Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1)
KETENTUAN UMUM
Definisi : Ketenagakerjaan, Tenaga Kerja, Pekerja/Buruh, Pemberi Kerja, Pengusaha, Perusahaan, Perencanaan Tenaga Kerja,Informasi Ketenagakerjaan, Pelatihan Kerja, Kompetensi Kerja, Pemagangan, Pelayanan penempatan tenaga kerja, Tenaga kerja asing, Hubungan industrial,Perjanjian kerja,Hubungan kerja, Serikat pekerja/serikat buruh, Lembaga kerja sama bipartit,  Lembaga kerja sama tripartit , Peraturan perusahaan,   Perjanjian kerja bersama, Perselisihan hubungan industrial, Mogo Penutupan perusahaan (lock out) , Pemutusan hubungan kerja,
TUJUAN
1.      Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
2.      Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
3.      Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
4.      Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
MATERI MUATAN /ASPEK YANG DIATUR
Kesempatan dan perlakuan yang sama, Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan, Pelatihan kerja, Penempatan tenaga kerja, Perluasan kesempatan kerja, Penggunaan tenaga kerja asing,
Hubungan kerja, Perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan (perlin disabilitas, anak, perempuan), Hubungan industrial (delapan bagian), Pemutusan hubungan kerja, Pembinaan, Pengawasan, Penyidikan, Ketentuan pidana dan sanksi administratif
MATERI FARMASI
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
SANKSI

Pidana denda dan penjara; Sanksi administratif
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
Semua peraturan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru

ASPEK
UU No. 32 TH 2004
JUDUL
PEMERINTAHAN DAERAH
LATAR BELAKANG
1.     UUNo 22 Th 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;
2.     Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
3.     Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota
DASAR HUKUM
Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D , Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 danPasal 14 ayat (1) danayat (2).
KETENTUAN UMUM
Pemerintah pusat, Pemerintahan daerah, Pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Otonomi daerah, Daerah otonom, Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas pembantuan, Peraturan daerah, Peraturan kepala daerah, Desa, Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, APBD, Pendapatan daerah, Belanja daerah, Pembiayaan, Pinjaman daerah, Kawasan khusus, pasangan calon, KPUD, PPK, PPS, dan KPPS, kampanye,
TUJUAN
Untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
ISI
Pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintah, kepegawaian daerah, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, perencanaan pembangunan daerah, keuangan daerah, kerjasama dan penyelesaian perselisihan, kawasan perkotaan, desa, pembinaan dan pengawasan, pertimbangan dalam kebijakan otonomi daerah, ketentuan lain-lain, ketentuan penutup.
SANKSI
pidana,
KETENTUAN PERALIHAN/PENUTUP
  1. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada UU ini.
  2. UU ini ditetapkan 2 (dua) th sejak UU ini ditetapkan.
  3. UUNo 22 Th 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi.
PP
NO 38 TH 2007

ASPEK
UU No 35 Th 2009
JUDUL
NARKOTIK
LATAR BELAKANG
1.      untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkat di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor Narkotika.
2.      Bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.
DASAR HUKUM
1.      Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD RI 1945.
2.      UU nomer 8 Th 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Th 1972 yang mengubahnya (Lembaran Negara Rebublik Indonesia Th 1976 No 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 3085).
3.      UUNo 7 Th 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Illcit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pembenrantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) (Lembaran Lembaga Republik Indonesia Th 1997 No 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 3673).
TUJUAN
1.      Menjamin Ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.      Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika.
3.      Memberantas peredaran gelap Narkotika dan prekursor Narkotika
4.      Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahgunaa dan pecandu Narkotika.
MATERI MUATAN
Ketentuan umum (definisi), dasar, asas dan tujuan (Pasal 2-4), ruang lingkup (Pasal 5-7), Pengadaan (Pasal 9-14), impor dan ekspor (Pasal 15-34), Peredaran (pasal 35-44), label dan publikasi (pasal 45-47), prokursor narkotik (pasal 48-52), pengobatan dan rehabilitasi (pasal 64-72), penyelidikan, penentuan, dan pemeriksaan disidang pengadilan( pasal 73-103), peran serta masyarakat (pasal 104-108), penghargaan (pasal 109-110), Ketentuan pidana (pasal 111-148), ketentuan peralihan (pasal 149-151), ketentuan penutup (pasal 152-155).                      
MATERI FARMASI
Definisi Narkotika, Prekursor Narkotika, produksi, ekspor, impor, peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, surat persetujuan impor dan ekspor, pengangkutan PBF, industri farmasi, transito narkotika, pecandu narkotika, ketergantungan Narkotika, penyalahguna, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial,pemukafakatan jahat, penyadapan, kejahatan terorganisasi, dan koperasi.
SANKSI
Tindak Pidana Narkotika berupa denda dan penjara
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama dikalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga UUNo 22 Th 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut.

ASPEK
UU No. 36 Th2009
JUDUL
KESEHATAN
LATAR BELAKANG
1.      Kesehatan merupakan hak asasi manusia
2.      Terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar
3.      Kesehatan masyarakat dan merupakan tanggungjawab semua pihak
4.      UU No.23 Th 2009 tidak sesuai lagi
DASAR HUKUM
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1) dan pasal 34 ayat (3) UUD 1945
KETENTUAN HUKUM
Definisi kesehatan, sumber daya di bidang kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, obat, obat tradisional, teknologi kesehatan, upaya kesehatan, pelayanan kesehatan promotif, pelayanan kesehatan preventif, pelayanan kesehatan kuratif, pelayanan kesehatan kuratif, pelayanan kesehatan rehabilitatif, pelayanan kesehatan tradisional,  pemerintah pusat, pemerintah daerah, menteri.
TUJUAN
1.      Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
2.      Investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis
ISI
Hak dan kewajiban, tanggung jawab pemerintah, sumber daya dibidang kesehatan, upaya kesehatan (17 upaya), kesehatan khusus, gizi, kesehatan jiwa, penyakit menular dan tidak menular, kesahatan lingkungan. Kesehatan kerja, pengelolaan kesehatan, informasi kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta masyarakat, Badan pertimbangan kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan dan ketentuan pidana.
SANKSI
Pidana  Denda dan Penjara
KETENTUAN PERALUHAN/ PENUTUP
1.      Berlaku 1 th
2.      Peraturan pelaksanaan UU 23 th 1992 masih berlaku jika tak bertentangan
3.      UU no.23 th 1992 di cabut

ASPEK
UU 36 th 2014
JUDUL
TENAGA KESEHATAN
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
1.      Kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat.
2.      Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat.
3.      Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan bertanggung jawab.
4.      Diperlukan UU tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif.
DASAR HUKUM
1.      Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) UU Dasar Negara Republik Indonesia Th 1945.
2.      UU No. 36 Th 2009 tentang Kesehatan.
KETENTUAN UMUM
Definisi : Tenaga kesehatan; Asisten tenaga kesehatan; Fasilitas pelayanan kesehatan; Upaya kesehatan; Kompetensi; Uji kompetensi; Sertifikat kompetensi; Sertifikat profesi; Registrasi; Surat tanda registrasi; SIP; Standar Profesi; Standar pelayanan profesi; Standar prosedur operasional; Konsil tenaga kesehatan; Organisasi profesi; Kolegium; Penerima pelayanan kesehatan; Pemerintah; Mentri.
TUJUAN
a.       Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kesehatan.
b.      Mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c.       Memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan upaya kesehata.
d.      Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan.
e.       Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Tanggung jawab dan wewenang pemerintah; Tenaga kesehatan; Asisten tenaga kesehatan; Jenis-jenis tenaga kesehatan; Perencanaan, Pengadaan, dan Pendayagunaan tenaga kesehatan; Konsil tenaga kesehatan RI; Registrasi dan Perizinan tenaga kesehatan; Pembinaan praktik; Penegakan disiplin tenaga kesehatan; Organisasi profesi; Tenaga kesehatan WNI lulusan luar negri; Tenaga kesehatan WNA; Hak dan kewajiban tenaga kesehatan; Kewenangan tenaga kesehatan; Pelimpahan tindakan; Standar profesi; Standar pelayanan profesi; Standar prosedur operasional; Persetujuan tindakan; Rekam medis; Rahasia kesehatan; Perlindungan hukum; Perselisihan; Pembinaan dan pengawasan;
MATERI FARMASI
Definisi : Tenaga kefarmasian
SANKSI
Teguran lisan; Peringatan tertulis; denda administratif; pencabutan izin; Pidana denda; Pidana penjara
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
1.      Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tenaga kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku, jika tidak bertentangan.
2.      PP No. 32 Th 1996 dicabut.
3.      Sekretariat Konsil kedokteran Indonesia menjadi Sekretariat konsil tenaga kesehatan Indonesia setelah terbentuknya konsil tenaga kesehatan Indonesia.
4.      Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 UU No. 29 Th 2004 dicabut.

ASPEK
UU NO 44 TH 2009
JUDUL
RUMAH SAKIT
LATAR BELAKANG
1. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam UU dasar.
2. Rumah sakit harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat.
3. Perlu mengatur rumah sakit dengan UU
4. Pengaturan mengenai rumah sakit belum cukup.
DASAR HUKUM
Pasal 5 ayat (1), pasal 20, pasal 28H ayat (1), dan pasal 34 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Th 1945.
KETENTUAN UMUM
Rumah Sakit, Gawat Darurat, Pelayanan Kesehatan Paripurna, Pasien, Pemerintah Pusat, Pemerindah Daerah, Menteri
TUJUAN
1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
2. Memberi perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia dirumah sakit.
3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan rumah sakit.
ISI
Tugas dan fungsi, tanggungjawab pemerintah, dan pemerintah daerah, persyaratan, jenis dan klasifikasi, perizinan, kewajiban dan hak, penyelenggaraan, pembiayaan, pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan pidana.
SANKSI
Pidana penjara dan pidana denda
KETENTUAN PENUTUP
1. Pada saat UU ini berlaku, semua rumah sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam UU ini, paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) th setelah UU ini
2. Diundangkan pada saat diundangkannya UU ini berlaku semua peraturan perUUan yang mengatur rumah sakit tetapberlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan UU ini.
3. UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan





ASPEK
PP NO.20 TH 1962
JUDUL
LAFAL SUMPAH /JANJI APOTEKER
LATAR BELAKANG
Perlu menetapkan lafal sumpah/janji apoteker
DASAR HUKUM
pasal 5 ayat2 UU Dasar, pasal 10 ayat (3) UU No. 9 th 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
KETENTUAN HUKUM
PP tentang lafal sumpah/janji apoteker.
TUJUAN
menetapkan lafal sumpah/janji apoteker
ISI
1.      .Saya akan membaktikanhidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan:
2.      Saya akan merahasiakansegala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;
3.      .Sekalipun diancam,saya tidak akan mempergunakan pengetahuankefarmasian saya untuksesuatu yangbertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
4.      Saya akan menjalankan tugassaya dengan sebaik-baiknyasesuai dengan martabatdan tradisi luhur jabatan kefar masian
5.      Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berihtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik,Kepartaian atau  Kedudukan Sosial:
6.      Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengansungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.
Sanksi
-
Ketentuan peraluhan/ penutup
-

ASPEK
PP NO 23 TH 2004
JUDUL
BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI
LATAR BELAKANG
dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UUNo 13Th 2003 tentang Ketenagakerjaan, dipandang perlu menetapkan PP tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi;
DASAR HUKUM
Pasal 5 ayat (1) UU Dasar 1945, ndang-undang No 5 Th 1984 tentang Perindustrian, UUNo 1 Th 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri,  Undang, -undang No 18 Th 1999 tentang Jasa Konstruksi, ndang-undang No 22 Th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UUNo 20 Th 2002 tentang Ketenagalistrikan, UUNo 13 Th 2003 tentang Ketenagakerjaan, UUNo 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
KETENTUAN HUKUM
Sertifikasi kompetensi kerja, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Menteri
TUJUAN
Menetapkan: PP Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
ISI
Pembentukan dan tugas, Organisasi, Pengangkatan Dan Pemberhentian, Tata Kerja, Pembiayaan,
SANKSI

KETENTUAN PERALUHAN/ PENUTUP
1.      Pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja yang telah dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau telah diakui oleh lembaga internasional tetap dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang bersangkutan.
2.      PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

ASPEK
PP NO.25 Th 2011
JUDUL
PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA
LATAR BELAKANG
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 55 ayat (2), UU no.35 th 2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan PP tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
DASAR HUKUM
Pasal 5 ayat (2) UUD RI 1945, UU no.35 th 2009 tentang narkotika (Lembaran Negara RI th 2009 no.143, tambahan lembaran Negara RI no 5062)
KETENTUAN UMUM
Definisi Wajib Lapor, Institusi Penerima Wajib Lapor, Pecandu narotika, korban penyalahgunaan narkotika, ketergantungan narkotika, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, keluarga, pecandu narkotika belum cukup umur, menteri, dan wali
TUJUAN
Memenuhi hak pecandu narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social,
Mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan tanggungjawab terhadap pecandu narkotika yang ada dibawah pengawasan dan bimbingannya; dan
Memberikan bahan informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan dibidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan  dan peredaran gelap narkotika
ISI
Wajib Lapor, Rehabilitasi, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi,  Pendanaan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup
MATERI FARMASI
Wajib lapor, Institusi penerima wajib lapor, syarat institusi penerima wajib lapor, tata cara wajib lapor, assesmen terhadap pecandu narkotika, hasil assesmen, rehabilitasi medis, standar operasional penatalaksanaan rehabilitasi, laporan rekapitulasi data, pelaksana monitoring dan evaluasi, pembinaan, pendanaan penyelengaraan wajib lapor, pendanaan pelaksanaan rehabilitasi
SANKSI
Pidana penjara dan pidana denda
KETENTUAN PENUTUP
Pada saat PP ini berlaku, bagi dokter, Rumah Sakit atau Lembaga rehabilitas lainnya yang sedang melakukan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial wajib melaporkan kepada institusi Penerima Wajib Lapor sebagaimana diatur dalam PP ini
Pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak di Undangkannya PP ini
PP ini berlaku pada tanggal di Undangkan agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan PP ini

ASPEK
PP NO 32 TH 1996
JUDUL
TENAGA KESEHATAN
LATAR BELAKANG
Pelaksanaan ketentuan UU no.23 th 1992 ttg Kesehatan, dipandang perlu menetapkan PP
DASAR HUKUM
Pasal 5 ayat (2) UUD 45,  UU no.23 th 1992 ttg Kesehatan
KETENTUAN UMUM
Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya Kesehatan, Menteri.
TUJUAN
Menetapkan PP tentang Tenaga Kesehatan
ISI
Jenis Tenaga Kesehatan, Persyaratan, Perencanaan, Pengadaan dan Penempatan, Standar Profesi dan Perlindungan Hukum, Ikatan Profesi, Tenaga Kesehatan WNA, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Pidana
SANKSI
Pidana denda
KETENTUAN PENUTUP
1.      Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan yg telah ada dinyatakan masih tetap berlaku, jika tidak bertentangan dan/atau belum diganti
2.      PP ini berlaku sejak tanggal diundangkan.



ASPEK
PP NO 40 TH 2013
JUDUL
PELAKSANAAN UUNO 35 TH 2009 TENTANG NARKOTIKA
LATAR BELAKANG
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32, Pasal 62, Pasal 89 ayat (2), Pasal 90 ayat (2), Pasal 94, Pasal 100 ayat (2), dan Pasal 101 ayat (4) UU No 35 Th 2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan PP tentang Pelaksanaan UU No 35 Th 2009 tentang Narkotika.
DASAR HUKUM
Pasal 5 ayat (2) UU Dasar Negara Republik Indonesia Th 1945;
UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Th2009 No 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 5062).
KETENTUAN UMUM
Narkotika, tanaman narkotika, prekursor arkotika, surat persetujuan import, surat persetujuan eksport, pengangkutan, penanggungjawab pengangkutan, pengangkut, transito narkotika, sarana pengangkut, produksi, duksi, import, eksport, peredaran, pelabelan, izin edar, barang sitaan, pengambilan sampel, pengujian sampel, penyimpanan, pengamanan, penyerahan, pemusnahan, harta kekayaan, keluarga, perlindungan, saksi, pelapor, menteri, bandan narkotika nasional.
TUJUAN
Melaksanakan UU no 35 th 2009.
MATERI MUATAN
Transito Narkotika, pengelolaan barang sitaan, narkotika temuan, hasil tindak pidana narkotika, pembinaan dan pengawasan narkotika, ketentuan penutup.
SANKSI
Sanksi administratif
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat PP ini mulai berlaku, ketentuan mengenai rencana nasional, sudah ditetapkan dalam waktu paling lama 1 (satu) th sejak berlakunya PP ini.
Semua ketentuan yang berkaitan dengan syarat dan tata cara penyimpanan, pengamanan, pengawasan, pengambilan dan pengujian sampel, penyerahan dan pemusnahan barang sitaan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PPan ini.
PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


ASPEK
PP 44 / 2010
JUDUL
PREKURSOR
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERTIBKAN
1. Pasal 44 UU No. 7 Tahun 1997 tentang psikotropika
2. Pasal 52 UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
DASAR HUKUM
1. Pasal 5 ayat (2) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
KETENTUAN UMUM
Definisi : Prekursor, Narkotika, Psikotropika, Produksi, Peredaran, Pengangkutan, Transito, Mentri.
TUJUAN
1. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor
2. Mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor
3. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpanan prekursor
4. Menjamin ketersediaan prekursor
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Penggolongan dan jenis prekursor, Rencana kebutuhan tahunan, Pengadaan prekursor, Produksi prekursor, Penyimpanan prekursor, Impor dan ekspor prekursor, Pengangkutan prekursor, Transito prekursor, Penyaluran prekursor, Penyerahan prekursor, Pencatatan dan pelaporan prekursor, Pengawasan prekursor.
MATERI FARMASI
Definisi : Prekursor, Narkotika, Psikotropika, Golongan dan jenis prekursor.
SANKSI
Teguran lisan, Peringatan tertulis, Penghentian sementara kegiatan, Pencabutan izin.
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
Industri farmasi, Industri non farmasi, Pedagang besar bahan baku farmasi, Distributor atau impotir terdaftar, dan Lembaga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Meyesuaikan dengan ketentuan PP ini dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak tanggal diundangkan PP ini.

ASPEK
PP 51 TH 2009
JUDUL
PEKERJAAN KEFARMASIAN
LATAR BELAKANG
Pasal 63, UU no. 23 Th 1992 tentang Kesehatan, perlu menetapkan PP ttg Pekerjaan Kefarmasian.
DASAR HUKUM
-     Pasal 5 ayat (2) UUD RI 1945
-     UU no 23 Th 1992 tentang Kesehatan
KETENTUAN UMUM
Definisi: Pekerjaan Kefarmasian, Sed. Farmasi, Tenaga Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Apoteker, TTK, Fasilitas Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian, Fasilitas Prod. Sed. Farmasi, Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sed. Farmasi, Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Toko Obat, Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional, Standar Kefarmasian, Asosiasi, Organisasi Profesi, STRA, STRTTK, SIP Apoteker, SIK, Rahasia Kedokteran, Rahasia Kefarmasian, Menteri.
TUJUAN
ü memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
ü teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan
ü memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
MATERI MUATAN/ASPEK YANG DIATUR
Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian, Disiplin Tenaga Kefarmasian, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan
MATERI FARMASI
Pekerjaan Kefarmasian, Sed. Farmasi, Tenaga Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Apoteker, TTK, Fasilitas Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian, Fasilitas Prod. Sed. Farmasi, Fasilitas Distribusi/Penyaluran Sed. Farmasi, Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Toko Obat, Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional, Standar Kefarmasian, Asosiasi, Organisasi Profesi, STRA, STRTTK, SIP Apoteker, SIK, Rahasia Kefarmasian.
SANKSI
Surat Izin Kerja batal
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
1. Apoteker, Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki SIK dsb, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) th wajib menyesuaikan.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian yang di PBF harus menyesuaikan paling lambat 3 (tiga) th sejak PP diundangkan.
3. PP No 26 Th 1965, sebagaimana diubah dgn PP No 25 Th 1980 ttg Perubahan PP No 26 Th 1965 dan PP No 41 Th 1990, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

ASPEK
PP NO. 54 th 2010
JUDUL
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
LATAR BELAKANG
1.      Bahwa Pengadaan barang atau jasa pemerintah yang efesien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik.
2.      Bahwa untuk mewujudkan pengadaan barang atau jasa pemerintah perlu pengaturan mengenai tata cara pengadaan barang/jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik.
3.      Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1,dan 2 perlu menetapkan peraturan presiden tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
DASAR HUKUM
Pasal 4 ayat 1 th 1945, UU Nomer 1 Th 2004, PP Nomer 29 Th 2000,  PP Nomer 6 th 2006.
KETENTUAN HUKUM
Pengadaan barang/jasa pemerintah K/L/D/I, Pengguna barang/jasa, LKPP, PA, KPA, PPK,ULP, Pejabat pengadaan, PA/KPA, APIP, Penyedia barang/jasa, pakta integritas, jasa konsultasi,jasa lainnya, industri kreatif, sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa, swakelola, dokumen pengadaan, kontrak pengadaan barang/jasa, pelelangan umum, pelelangan terbatas,pelelangan sederhana,pemilihan langsung seleksi umum, seleksi sederhana, sayembara, kontes, penunjukan langsung, pengadaan langsung, usaha mikro, usaha kecil, surat jaminan, pekerjaan kompleks, pengadaan secara elektronik, LPSE, E-tendering, E-catalogue, E- purchasing, portal pengadaan nasional.
TUJUAN
Agar setiap kosmetik yang beredar memenuhi standar dan atau persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
MATERI MUATAN
Ketentuan umum, tata nilai pengadaan, pihak dalam pengadaan barang/jasa, rencana umum pengadaan barang/jasa , swakelola,penyedia barang/jasa melalui penyedia barang/jasa,penggunaan barang/jasa produksi luar negeri, peran serta usaha kecil, pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan dana pinjaman/hibah luar negeri, keikutsertaan perusahaan asing dalam penngadaan barang/jasa, konsep ramah lingkungan, pengadaan secara elektronik, pengadaan khusus dan pengecualian, pengendalian pengawasan, pengduan dan sanksi, ketentuan peralihan.
SANKSI
Sanksi pidana dan denda.
KETENTUAN PERALIHAN/PENUTUP
1.      Ketentuan lebih lanjut mengenai standar dokumen pengadaan, teknis operasional tentang daftar hitam, pengadaan secara elektronik, dan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa diatur oleh kepala LKPP paling lambat 3 bulan sejak peraturan presiden ini ditetapkan.
2.      Peraturan presiden ini mulai berlaku sejak tanggal yang ditetapkan.


ASPEK
PP 72 TH 98
JUDUL
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
LATAR BELAKANG
-            pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai salah satu upaya dalam pembangunan kesehatan dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
-            sebagai pelaksanaan dari UU No 23 Th 1992 tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan PP tentang Pengamanan Sed. Farmasi & Al. Kes.
DASAR HUKUM
-     Pasal 5 ayat (2) UUD RI 1945
-     UU no 5 th 1984 ttg Perindustrian
-     UU no 23 Th 1992 tentang Kesehatan
KETENTUAN UMUM
Definisi: Sed. Farmasi, Al. Kes, Produksi, Peredaran, Pengangkutan, Kemasan Sed. Farmasi, Menteri.
TUJUAN
ü untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
MATERI MUATAN/ASPEK YANG DIATUR
Persyaratan Mutu, Keamanan dan Kemanfaatan, Produksi, Peredaran, Pemasukan dan Pengeluaran Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Ke Dalam dan dari Wilayah Indonesia, Kemasan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Penandaan dan Iklan, Pemeliharaan Mutu, Pengujian dan Penarikan Kembali Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dari Peredaran, Pemusnahan, Peran Serta Masyarakat, Pembinaan, Pengawasan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Lain, Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI
Persyaratan Mutu, Keamanan dan Kemanfaatan, Produksi, Peredaran, Pemasukan dan Pengeluaran Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Ke Dalam dan dari Wilayah Indonesia, Kemasan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Penandaan dan Iklan, Pemeliharaan Mutu, Pengujian dan Penarikan Kembali Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dari Peredaran, Pemusnahan.
SANKSI
Pidana Denda dan Penjara
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
1. Pharmaceutissche Stoffen Keurings Verordening (Staatsblad Th 1938 No 172);
2. Verpakkings Verordening Pharmaceutissche Stoffen No 1 (Staatsblad Th 1938 No 173);
3. Verpakkings Verordening Kinine (Staatsblad Th 1939 No 210); dinyatakan tidak berlaku lagi.

ASPEK
PP no. 73 th 2016
Judul
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Latar Belakang
Standar  Pelayanan Kefarmasian di Apotek masih belum memenuhi kebutuhan hukum di masyarakat
Dasar Hukum
1.      UU No.5-1997 ttg Psikotropika (Lembaran Negara RI Th.1997 No.10, Tambahan Lembaran Negara RI No.3671)
2.      UU No.35-2009 ttg Narkotika (Lembaran Negara RI Th.2009 No.143, Tambahan Lembaran Negara RI no.5062)
3.      UU No.36-2009 ttg Kesehatan (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
4.      UU No.23-2014 ttg Pemda (Lembaran  Negara  Republik Indonesia Th.2014 No.244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana    telah  diubah  beberapa  kali  terakhir dengan UU No.9-2015 tentang Perubahan  Kedua  atas  UU No.23-2014 ttg Pemda (Lembaran Negara Republik Indonesia Th.2015 No.58, Tambahan   Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Nomor 5679)
5.      UU No.36-2014 ttg Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Th.2014 No.298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607)
6.      PP No.51-2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Th.2009 No.124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044)
7.      PP No.40-2013 ttg Pelaksanaan Undang-Undang No.35-2009 ttg Narkotika (Lembaran    Negara    Republik Indonesia  Th.2013  No.96,  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419)
8.      Kepres No.103-2001 ttg Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Perpres No.145-2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Th.2015 No.322)
9.      PMK No.64-2015 ttg Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Th.2015 No.1508)
Ketentuan Umum
Definisi : Apotek, Standar Pelayanan Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Resep, Sediaan Farmasi, Obat, Alat Kesehatan, BMHP, Apoteker, TTK, Dirjen, Kepala BPOM, Menteri
Tujuan
a.       Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b.      Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c.       Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan  Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Materi Muatan/Aspek yg diatur
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP, Pelayanan Farmasi klinik, lampiran mengenai pengelolaan sediaan farmasi, alkes, BMHP dan Farmasi Klinik.
Materi Farmasi
Apotek, Standar Pelayanan Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Resep, Sediaan Farmasi, Obat, Alat Kesehatan, BMHP, Apoteker, TTK.
Sanksi
Sanksi Administratif terdiri atas, peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; pencabutan izin
Aturan peralihan/Penutup
PMK no.35-2014 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara RI Th.2014 No.1162) sebagaimana telah dirubah dgn PMK No.35-2016 ttg perubahan atas PMK no.35-2014 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara RI th.2016 No.1169), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku


ASPEK
PPNo 93 Th 2015
JUDUL
Rumah Sakit Pendidikan
LATAR BELAKANG
Bahwa untuk melaksanakan pasal23 ayat (3) UUNo 44th 2009 tentang rumah sakit dan pasal 45 UUNo 20 th 2013 tentang pendidikan kedokteran, perlu menetapakan tentang PP tentang rumah sakit pendidikan
DASAR HUKUM
1.      Pasal 5 ayat (2) UU dasar republik indonesia th 1945
2.      UUNo 44 th 2009 tentang rumah sakit (lembaran negara th 2009 No 153, tambahan lembaga negara No 5072)
3.      UUNo 20 th 2013 tentang pendidikan kedokteran (lembaran negara th 2013 No 132, tambahan lembaga negara No 5434)
KETENTUAN UMUM
Rumah sakit pendidikan, instuti pendidikan, perjanjian kerjasama, mahasiswa, pemerintah pusat, pemerintah daerah, mentri
TUJUAN
1.      Menjamin terselenggaranggaranya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk pendidikan dan penelitian bidang kedokteran,kedokteran gigi dan kesehatan lain dengan mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien/klien
2.      Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pasien/klien, pemberi pelayanan, mahasiswa, dosen, subyek penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan lain, peneliti, penyelenggara rumah sakit pendidikan, serta institusi pendidikan
3.      Menjamin terselenggaranya pelayanan, pendidikan, dan penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan bidang kesehatan lain yang bermutu
MATERI
Ketentuan umum fungsi dan tugas rumah sakit pendidikan, jenis rumah sakit pendidikan, penyelenggaraan, pendanaan, pembinaan, dan pengawasan, sanksi administratif, ketentuan pilihan, ketentuan penutup
SANKSI
Rumah sakit pendidikan melanggar ketentuan yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), pasal 21 ayat (1) daan ayat (2), dan pasal 25 huruf g dikenai sanksi administratif
KETENTUAN PENUTUP
1.      Pasal 38 : pada saaat PP ini mulai berlaku, rumah sakit yang telah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam dengan PP ini paling lambat 2 (dua) th sejak PP ini berlaku
2.      Pasar 39 : pada saat PP ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan mengenai rumah sakit pendidikan yang telah ada masih tetap berlaku selagi tidak bertentangan ataubelum diganti berdasarkan PP ini
3.      Pasar 40 :PP mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan PP ini dengan penempatannya dalam lembaran negara republik indonesia

ASPEK
PP No. 1189 TH 2010
JUDUL
PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
LATAR
BELAKANG
Bahwa masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan Keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan Penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
DASAR HUKUM
UU No. 5 Tahun 1984, UU No.8 Tahun 1999, UU No.32 Tahun 2004, UU No. 36 Tahun 2009, PP No. 72 Tahun 1998, PP No. 64 Tahun 2000, PP
No. 38 Tahun 2007, PP No. 13 Tahun 2009, Peraturan Presidan Nomor 24 Tahun 2010, PMK No 1575/Menkes/Per/XI/2005.
KETENTUAN
UMUM
Alat kesehatan adalah instrument, aparatur, mesin, dan/atau Implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusai , dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh, pembekalan kesehatan rumah tangga, Rekondisi/Remanufakturing, Bahan Baku, Produksi, Pembuatan, Perakitan, Pengemasan Kembali, Sertifikat Produksi, Izin Edar, Perusahhan, Perusahaan Rumah Tangga, Mutu, Pennaggungjawab teknis, Menteri, Direktur Jendral pada Kementrian Kesehatan yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kefarmasian dan Alat kesehatan  .
TUJUAN
Diagnosa, pencegahan, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit; penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis; mendukung atau mempertahankan hidup; menghalangi pembuahan; disinfeksi alatkesehatan; menyediakan informasi untuk tujuan medisatau diagnose melalui pengujian onvitro terhadap specimen dari tubuh manusia.
ISI
Produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai dengan Farmakope Indonesia atau Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT atau standar lain yang ditetapkan oleh Menteri.
SANKSI
Peringatan, penghentian sementara kegiatan, pencabutan sertifikat Produksi, pemusnahan.
KETENTUAN
PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, PMK Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sepanjang yang mengatur mengenai produksi alat kesehatan dan PKRT, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

ASPEK
PMK NO. 006 TH 2012
JUDUL
INDUSTRI & USAHA OBAT TRADISIONAL
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
·         Dalam Rangka Memberikan Iklim Usaha Yang Kondusif Bagi Produsen Obat Tradisional Perlu Dilakukanpengaturan Industri & Usaha Obat Tradisional dengan Memperhatikan Keamanan, Khasiat & Mutu Obat Tradisional Yang Dibuat
·         Peraturan Mentri Kesehatan No. 246/Menkes/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional & Pendaftaran Obat Tradisional Sudah Tidak Sesuai Dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan & Teknologi Serta Kebutuhan Hukum
·         Berdasarkan Pertimbangan Sebagaimana Yang Dimaksud Poin Diatas Perlu Menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Industri & Usaha Obat
DASAR HUKUM
A.    UU No. 5 Tahun 1084 Tentang Perindustrian
B.     UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
C.     UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil & Menengah
D.    UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
E.     PP No. 17 Tahun 19869 Tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan & Pengembangan Industri
F.      PP No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi & Alat Kesehatan
G.    PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi & Pemerintah Daerah
H.    PP No. 13 Tahun 2009 Tentang Jenis & Tarif Atsa Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan
I.       PP No. 51 Tahun 2009 Tentangpekerjaan Kefarmasian
J.       Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001  Tentang Kependudukan, Tugas & Fungsi Kewenangan Susunan Organisasi & Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
K.    PP No. 24 Tahun 2010 Tentang Kependudukan, Tugas & Fungsi Kementrian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas & Fungsi Esselon I.
L.     KMK No 381/Menkes/Sk/Iii/2007 Tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional.
M.   KMK No 1144/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Organisasi & Tata Kerja Kementrian Kesehatan
KETENTUAN UMUM
Definisi Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat Yang Baik (Cpotb), Industri Obat Tradisional (Iot), Industri Ekstrak Bahan Alam (Ieba), Usaha Kecil Obat Tradisional (Ukot), Usaha Mikro Obat Tradisional (Umot), Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu Gendong, Menteri, Direktorat Jendral, Kepala Bpom & Kepala Balai Besar Pom.
MATERI MUATAN/ ASPEK YANG DIATUR
Bentuk Industri & Usaha Obat Tradisional, Perizinan, Penyelenggaraan, Perubahan Status & Kondisi Sarana, Laporan, Pembinaan & Pengawasan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
SANKSI
Sanksi Administratif Berupa Peringatan, Peringatan Keras, Perintah Penarikan Produksi dari Peredaran, Penghentian Sementara Kegiatan atau Pencabutan Izin
KETENTUAN PERALIHAN
·      Permohonan Izin Industri & Usaha Obat Tradisional Yang Telah Diajukan Sebelum Berlakunya Peraturan Menteri Ini Tetap Diproses Berdasarkan Ketentuan PMK No. 246/Menkes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional & Pendaftaran Obat Tradisional Ini Dinyatakan Masih Berlaku Pada Saat Peraturan Menteri Ini Mulai Berlaku,
·      PMK No. 246/Menkes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional & Pendaftaran Obat Tradisional, Sepanjang Yang Menyangkut Izin & Usaha Industri Obat Tradisional & Dinyatakan Tidak Berlaku
KETENTUAN PENUTUP
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan peraturan menteri ini, dengan penempatannya dalam berita negara republik indonesia.

ASPEK
PMK RI NO.007 TAHUN 2012
JUDUL
REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
PMK No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha Industri Obat Tradisional dan pendaftaran Obat Tradisonal sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangaan IPTEK serta kebutuhan hukum
DASAR HUKUM
UU No.8 /1999 ; PMK 246/Menkes/Per/V/1990; UU No.36/2009; PP 51/2009; Keppres No.103/2001; PP 24/2010; KMK 381/Menkes/SK/III/2007; PMK 1144/2010
KETENTUAN UMUM
Definisi Obat Tradisonal, Izin edar, Registrasi, Importir, CPOTB,Industri Obat Tradisonal (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisonal (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisonal (UMOT), Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu Gendong, Simplisia, Sediaan Galenik, Obat tradisional produksi dalam Negeri, Obat Tradisional Kontrak, Obat Tradisional lisensi, Obat Tradisional Impor,Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Sertifikat, CPOTB, Menteri, Kepala BPOM.
TUJUAN
Melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu.
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin edar, sanksi.
MATERI FARMASI

Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin edar, sanksi.
SANKSI
Sanksi Administratif
-pembatalan izin edar.
-penarikan dari peredaran dan/atau pemusnahan obat tradisonal yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan.
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
1.      PMK No.246/Menkes/Per/1990 tentang izin usaha  Industri Obat Tradisional dan pendaftaran Obat Tradisional.
2.      Izin diperbaharui paling lama 2 tahun sejak PMK diundangkan.


ASPEK
PMK RI NO 9 TAHUN 2017
JUDUL
PERATURAN MENTERI TENTANG KESEHATAN TENTANG APOTEK
LATAR BELAKANG
Apotek
DASAR HUKUM
UU NO 5'97, UU NO 35’09, 36'09, UU 23'14, UU 36'14, PP 72'98, PP 51'09, PP 40'13, PP 47'16, PP 35'15, PMK No. 889/2011, PMK NO 73'16, PMK NO 3'15, PMK NO 64'15
KETENTUAN UMUM
Definisi Apotek, Fasilitas Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian, Apoteker, Tenaga Tekhnis Kefarmasian, STRA, SIA, SIP Apoteker, SIP Tenaga Tekhnis Kefarmasian, Resep, Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, Organisasi Profesi, Kepala BPOM, Kepala Badan,Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,        DirJen, Mentri.
TUJUAN
ü  Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek
ü  Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kefarmasian
ü  Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek
MATERI MUATAN/ASPEK YANG DIATUR
Persyaratan Pendirian, Sarana, Prasarana, Peralatan, Ketenagaan, Perizinan Apotek, Penyelengaraan Apotek,Pengalihan Tanggung Jawab, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan.

MATERI FARMASI
Apotek,Fasilitas Kefarmasian,Tenaga Kefarmasian,Apoteker,Tenaga Teknis Kefarmasian
SANKSI
Sanksi Administratif (Peringatan tertulis,Penghentian sementara kegiatan, Pencabutan SIA Apoteker, PSA
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
PMK No 922 Th 1993 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, PMK No 284 Th 2007 Tentang Apotek Rakyat Harus Menyesuaikan Diri Menjadi Apotek, PMK No 167 Th 1972 Tentang Pedagang Eceran Obat.



ASPEK
PMK NO.10 TAHUN 2013
JUDUL
IMPOR & EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
-          PMK No. 785/Menkes/Per/V/1997 dan PMK No. 168/Menkes/Per/V/2005 ttg ekspor impor psikotropika & prekursor farmasi perlu disesuaikan dgn prkembangan & kebutuhan hukum;
-          Berdasarkan psl 22 UU 35 th 2009, perlu menetapkan PMK ttg ekspor impor narkotika, Psikotropika & Prekursor Farmasi.
DASAR HUKUM
UU No.8/1976; UU 8/1996; UU 5/1997; UU 7/1997; UU 35/2009; UU 36/2009; UU 72/1998; PP 51/2009; PP 44/2010; KepPres 103/2001; PMK 1144/2010
KETENTUAN UMUM
Definisi: Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Prekursor Farmasi, Impor, Ekspor, Surat Persetujuan Impor, Surat Persetujuan Ekspor, Importir Produsen Psikotropika, Importir Produsen Prekursor Farmasi, Importir Terdaftar Psikotropika, Importir Terdaftar Prekursor Farmasi, Eksportir Produsen Psikotropika, Eksportir Produsen Prekursor Farmasi, Eksportir Terdaftar Psikotropika, Eksportir Terdaftar Prekursor Farmasi, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Kepala BPOM, DirJen, Menteri.
TUJUAN
Kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Impor Nerkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Ekspor Nerkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Perubahan SPI/SPE; Pencatatan dan Pelaporan; Pembinaan dan Pengawasan; Sanksi; Ketentuan Peralihan; Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI

Impor Nerkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Ekspor Nerkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Perubahan SPI/SPE; Pencatatan dan Pelaporan.
SANKSI
Sanksi Administratif: Peringatan Tertulis, Penghentian Sementara, Pencabutan Izin.
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
3.      Permohonan izin yg telah diajukan sebelum berlaku PMK tetap di proses berdasarkan peraturan sebelumnya.
4.      Izin yg dikeluarkan sebelumnya masih tetap berlaku sampai masa berlaku berakhir.


ASPEK
PMK NO 13 TH 2014
JUDUL
PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA
LATAR BELAKANG
Bahwa terdapat peningkatan penyalahgunaan beberapa zat baru yang memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan yang belum termasuk dalam Golongan Narkotika sebagaimana diatur dalam Lampiran I UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan PMK tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
DASAR HUKUM
UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Th 2009 No 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 5062).
UUNo 36 Th 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Th 2009 No 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 5063).
PPNo 40 Th 2013 tentang Pelaksanaan UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Th 2013 No 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 5419).
TUJUAN
Mengubah Daftar Narkotika Golongan I dalam Lampiran I UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika dengan menambahkan jenis Narkotika Golongan I menjadi sebagaimana tercantum
MATERI MUATAN
Daftar narkotika golongan I
SANKSI
-
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Menurut Undang - Undang No 35 th 2009 pada ayat (3) diamanatkan bahwa perubahan penggolongan narkotika diatur dengan PMK,
Penggolongan Narkotika yang ada pada Lampiran I UU No. 35 th 2009 ternyata bukan saja digolongkan berdasarkan dampak kuat atau tidaknya zat yang terkandung, melainkan juga digolongkan berdasar kegunaannya bagi pengobatan.
    Dengan banyaknya diketemukan Zat Psikoaktif yang baru maka Penggolongan Narkotika sebagaimana Lampiran I UU No. 35 Th 2009 telah dilakukan beberapa perubahan yang dituangkan dalam PMKNo 13 th 2014 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.


ASPEK
PMK NO 31 TH 2016
JUDUL
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
LATAR BELAKANG
1. Registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum.
2. Perlu menetapkan peraturan mentri kesehatan tentang perubahan  atas PMK tentang perubahan atas PMKNo 889/Menkes/Per/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian.
DASAR HUKUM
UU No.36 th 2009, UU No.44 th 2009, UU No.23 th 2014, UU No.9 th 2015, UU No.23 th 2014, UU No.36 th 2014, PP No.72 th 1998, PP No. 51 th 2009, PP No.35 th 2015, PERMENKES No.889 th 2011, PERMENKES No.64 th 2015.
KETENTUAN UMUM
Definisi : kesehatan,rumah sakit, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, pengamanan sed.farmasi dan alkes, pekerjaan kefarmasian, Kementrian Kesehatan, registrasi, Izin praktik, dan izin kerja Tenaga Kefarmasian, Organisasi dan Tata kerja kementrian kesehatan.
TUJUAN
1. Nomenklatur yang berbunyi surat izin kerja harus dibaca dan dimaknai sebagai SIP.
2. Setiap tenaga kefarmasin yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
MATERI MUATAN/ ASPEK YG DIATUR
Registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian.
MATERI FARMASI
surat izin kefarmasian, SIPA apoteker, SIPTTK tenaga teknis kefarmasian.
SANKSI
Pidana dan sanksi
ATURAN PERALIHAN/
PENUTUP
1. Tetap di proses sesuai PERMENKES No.31 th 2016
2. Registrasi, izin praktik, dan izin kerja kefarmasian
3. Dengan berlakunya peraturan ini, maka PERMENKES No. 889 th 2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja kefarmasian diubah.
4. Peraturan berlaku pada tanggal ditetapkan.


ASPEK
PMKNo 35 Th 2014
JUDUL
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
LATAR BELAKANG
1.        Bahwa untuk meningkat derajat kesehatan sumber daya Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Apotek yang berorientasi kepada keselamatan pasien, diperlukan suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kefarmasian di Apotek;
2.        Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan No 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
3.        Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (4) PPNo 51 Th 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, perlu menetapkan PMK tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
DASAR HUKUM
1.        Undang - undang No 5 th 1997 tentang psikotropika
2.        UUNo 32 Th 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3.        UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika
4.        UUNo 36 Th 2009 tentang Kesehatan
5.        PPNo 72 Th 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6.        PPNo 51 Th 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
7.        PPNo 40 Th 2013 tentang Pelaksanaan UUNo 35 Th 2009 tentang Narkotika
8.        Keputusan Menteri Kesehatan No 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional;
9.        PMKNo 1144/Menkes/Per/lll/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
10.    PMKNo 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
TUJUAN
1.      Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
2.      Menjamin kepastian hukumbagi tenaga kefarmasian
3.      Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

MATERI MUATAN
Ketentuan umum (definisi), dasar, asas dan tujuan (Pasal 1-2), Standar Pelayanan Kefarmasian (pasal 3), Penyelenggaraan (pasal 4,6-8), Penjaminan mutu (pasal 5), Pengawasan (pasal 9), penutup (Bab 22).
MATERI FARMASI
Definisi Apotek, Standar Pelayanan Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Resep, Sediaan Farmasi, Obat, Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian, Direktur Jenderal.
PENUTUP
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Untuk keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek diperlukan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di Apotek semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.


ASPEK
PMK NOMOR 56 TAHUN 2014
JUDUL
KLASIFIKASI DAN PERIZINAN RUMAH SAKIT
LATAR BELAKANG
1. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, perlu dilakukan penyempurnaan sistem perizinan dan klasifikasi rumah sakit sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit belum mencakup semua jenis rumah sakit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemeterian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 741)
KETENTUAN UMUM
Definisi rumah sakit, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, izin mendirikan rumah sakit, izin oprasional rumah sakit, pemerintah pusat, menteri, pemerintah daerah.
TUJUAN
Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, perizinan rumah sakit dan klasifikasi rumah sakit.
ISI
Ketentuan umum,  pendirian dan penyelenggaraan,  bentuk rumah sakit,  klasifikasi rumah sakit.
SANKSI
Sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
ATURAN PENUTUP
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, kecuali Lampiran II Kriteria Klasifikasi Rumah Sakit Khusus sepanjang belum diganti;
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2264/Menkes/SK/XI/2011 tentang Pelaksanaan Perizinan Rumah Sakit; dan
d. Semua peraturan pelaksanaan yang terkait dengan klasifikasi, perizinan, dan penamaan Rumah Sakit sepanjang bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


ASPEK
PMK No 63 Th 2014
JUDUL
PENGADAAN OBAT BERDASARKAN KATALOG ELEKTRONIK (E-CATALOGUE)
LATAR BELAKANG
a. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas, efisiensi dan transparansi dalam proses pengadaan obat program Jaminan Kesehatan Nasional dan obat program lainnya pada satuan kerja di bidang kesehatan baik pusat maupun daerah, dan Fasilitas Kesehatan baik pemerintah maupun swasta, telah tersedia katalog obat yang dapat diakses di Portal Pengadaan Nasional melalui Website
b. bahwa PMK No 48 Th 2013 ttg Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat Dengan Prosedur E-Purchasing Berdasarkan E-Catalogue perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan PMK ttg Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (ECatalogue);
DASAR HUKUM
1. UU No 40 Th 2004 ttg Sistem Jaminan Sosial Nasional; 
2. UU No 36 Th 2009 ttg Kesehatan;
3. PMK No 1144/Menkes/Per/lll/2010 ttg Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan PMK No 35 Th 2013;
4. PMK No 71 Th 2013 ttg Pelayanan Kesehatan pada Jaminan
Kesehatan Nasional;
5. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah No 17 Th 2012 ttg E-Purchasing;
TUJUAN
Pengaturan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue) bertujuan untuk menjamintransparansi/keterbukaan,  efektifitas dan efisiensi proses pengadaan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
1. meningkatkan transparansi/keterbukaan dalam proses pengadaan barang/jasa;
2. meningkatkan persaingan yang sehat dalam rangka penyediaan
pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik;
3. meningkatkan efektifitas dan efesiensi dalam pengelolaan proses pengadaan barang/jasa.

MATERI MUATAN
Berdasarkan Pasal 110 Peraturan Presiden No 54 Th 2010ttg Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telahdiubah terakhir dengan Peraturan Presiden No 70 Th 2012,dikembangkan metode pengadaan obat melalui sistem E-PurchasingObat.
.                      
MATERI FARMASI
Pembelian obat secara elektronik (E-Purchasing) berdasarkan sistem Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat dilaksanakan oleh PPK dan Pokja ULP atau Pejabat Pengadaan melalui aplikasi E-Purchasingpada website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sesuai Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No 17 Th 2012 ttg E-Purchasing.
SANKSI
-
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat berdasarkan Katalog
Elektronik (E-Catalogue) ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan
pengadaan obat secara transparan di Satuan Kerja di bidang
kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan FKTP atau FKRTL
pemerintahuntuk menjamin ketersediaan dan akses obat yang aman,bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat.FKTP dan FKRTL swasta yang melakukan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue), prosedurnya dapat menyesuaikan dengan langkah-langkah pada petunjuk pelaksanaan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue) secaramanual. 


ASPEK
PMK 75 TAHUN 2014
JUDUL
Pusat Kesehatan Masyarakat ( PUSKESMAS )
LATAR BELAKANG
1.      Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2.      Penyelenggaraan Puskesmas perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan
3.      Menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas
DASAR HUKUM
1.      UU no 36/2009 tentang Kesehatan
2.      UU no 23/2014 tentang Kesehatan
3.      PP no 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
4.      PP no 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
5.      PPP 46/2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan
6.      PP 66/2014 tentang Kesehatan Lingkunga
7.      PP 72/2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
8.      PP 001/2012 tentang Rujukan Pel. Kesehatan
9.      PMK 37/2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Puskesmas
10.  PMK 06/2013 tentang Kriteria Fasilitas Pel. Puskesmas terpencil
11.  PMK 30/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
KETENTUAN UMUM
Definisi : Fas.Pel.Kes, Puskesmas, Dinkes Kab/Kota, UKM, UKP, Tenaga Kes, Registrasi, Akre Puskesmas, Sistem Rujukan, Sistem Info. Puskesmas, Menteri
TUJUAN
1.      Mendorong, menyelenggarakan, mengintegrasikan dan mengoordinasikan prinsip penyelenggaraan puskesmas
2.      Mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DI ATUR
Katagori Puskesmas (ada 3), Perizinan dan Registrasi, Penyelenggaraan, Pendanaan, Sistem Informasi Puskesmas, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan.
MATERI FARMASI
Tenaga Kefarmasian, Pekerjaan Kefarmasian, Standar Pelayanan, Standar Operasional Prosedur, Surat Izin Praktik, Pelayanan Kefarmasian
SANKSI
-
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.




ASPEK
PMK 472 tahun 1996
JUDUL
Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
1.      Dampak perkembangan iptek membuat produksi, distribusi, dan penggunaan bahan berbahaya semakin meningkat
2.      Penggunaan bahan berbahaya yang tidak sesuai menimbulkan bahaya terhadap kesehatan
3.      Perlu informasi yang benar tentang penggunaan bahan berbahaya
4.      Permenkes 453/menkes/per/XI/1993 tidak sesuai lagi
DASAR HUKUM
Ordonasi bahan berbahaya Stbl. 1949 no 37,UU no 10/1961, UU 4/1982, UU 5/1984, UU 14/1992, UU 21/1992, UU 23/1992, UU 7/1994, PP 7/1973, Keppres 44/1974, Keppres 15/1984
KETENTUAN UMUM
Definisi : bahan bebahaya, lembaran data pengaman (LDP),direktur jendral
TUJUAN
Untuk menghindarkan atau mengurangi resiko bahan berbahaya terhadap kesehatan
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Pendaftaran bahan berbahaya, ke,asan bahan berbahaya, laporan berkala pihak yang mengelola bahan berbahaya, inporti/distributor bahan berbahaya, pemberian informasi
MATERI FARMASI
Nama bahan berbahaya dan sifat bahaya nya, form pendaftaran bahan berbahaya, lembaran data pengaman
SANKSI
Tindak administratif atau sanksi pidana
ATURAN PERALIHAN
4.      Pihak yang mengelola bahan berbahaya harus memenuhi ketentuan paling lambat setahun sejak peraturan ini berlaku
5.      Berlaku sejak tanggal ditetapkan (9 mei 1996)
6.      Permenkes 453/menkes/per/IX/1983

ASPEK
PMK no 899 th 2011
JUDUL
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KESEHATAN
LATAR BELAKANG
1.     Penyelenggaraan pelayanan apotek harus lebih diusahakan agar lebih menjangkau masyarakat
2.     Permenkes no 244 th 1990 tentang tata cara pemberian izin apotek sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian dewasa ini.
DASAR HUKUM
  1.     UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
  2.     UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  3.     UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  4.     PP 32 No Tahun 1996 tentang  Tenaga Kesehatan
  5.     PP No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
  6.     PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
  7.     PP No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
  8.     PerPres No 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
  9.     PMK No 44 th 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
KETENTUAN UMUM
Definisi , Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian, Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian, Seftifikat Kompetensi Profesi, Registrasi, Registrasi Ulang, Surat Tanda Registrasi Apoteker, Surat Tanda Registrasi Apoteker Khusus, Surat Tanda Registrasi Tenaga Kefarmasian, Surat izin Praktik Apoteker, Surat Izin Kerja Apoteker, Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, Komite Farmasi Nasional, Organisasi Profesi, Direktur Jendral, Menteri
TUJUAN
1.   melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian;
2.   mempertahankan dan meningkatkan mutu pekerjaan kefarmasian sesuai      dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
3.   memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan tenaga kefarmasian.
MATERI MUATAN
Registrasi, Sertifikat Kompetensi Profesi, Pencabutan STRA dan STRTTK, Izin Praktik dan Izin Kerja, Komite Farmasi Nasional, Pembinaan dan Pengawasan
MATERI FARMASI
Registrasi, Sertifikat Kompetensi Profesi, Pencabutan STRA dan    STRTTK, Izin Praktik dan Izin Kerja, Komite Farmasi Nasional, Pembinaan dan Pengawasan
SANKSI
-
ATURAN PERALIHAN
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 184/Menkes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

ASPEK
PMK no 922 tahun 1993
JUDUL
KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTEK
LATAR BELAKANG
1.      Penyelenggaraan pelayanan apotek harus lebih diusahakan agar lebih menjangkau masyarakat
2.      Permenkes no 244 th 1990 tentang tata cara pemberian izin apotek sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian dewasa ini.
DASAR HUKUM
1.      UU obat keras (st 1937 nl 541)
2.      UU no 9 th 1976 tentang narkotik
3.      UU no 23 th 1992 tentang kesehatan
4.      PP no 25 th 1980 tentang perubahan atas peraturan pemerintah
KETENTUAN UMUM
Definisi dari apotek, apoteker, surat ijin apotek, APA, Apoteker pendamping, asisten apoteker, resep dan seterusnya
TUJUAN
Agar masyarakat mendapatkan pelayan informasi  atas penggunaan obat secara tepat dan aman dan rasional
MATERI MUATAN
1.     Pelimpahan wewenang pemberian izin apotek
2.     Tata cara pemberian izin apotek
3.     Pengelolaan apotek
4.     Pelayanan
5.     Pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek
6.     Pencabutan surat ijin apotek
7.     Pembinaan dan pengawasan
8.     Ketentuan pidana
MATERI FARMASI
Merupakan tempat pengolahan, pembuatan, peracikan , pengubahn bentuk pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat, bahan obat atau alkes lainnya
SANKSI
Pencabutan surat ijin apotek dan sanksi pidana sesuai peraturan yang berlaku
ATURAN PERALIHAN
Izin apotek yang masih berlaku agar meyesuaikan dengan peraturan ini sesudah habis masa berlakunya

ASPEK
PMK NO 1010 th 2008
JUDUL
REGISTRASI OBAT
LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
1.    Melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan dan mutu
2.    Permenkes No. 949/Menkes/Per/VI/2000 perlu disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan globalisasi dan kebijakan pemerintah
3.    Perlu diatur kembali registrasi obat dengan Peraturan Menteri Kesehatan
DASAR HUKUM
Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419), UU No.23 Tahun 1992, UU No. 5 Tahun 1997, UU No.22 Tahun 1997, UU No.8 Tahun 1999, PP No.72 Tahun 1998, PP No.38 Tahun 2007, PP No.9 Tahun 2005, Permenkes No.1575/Menkes/Per/XI/2005
KETENTUAN UMUM
Definisi : Izin edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi, Obat Kontrak, Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat palsu, Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi paten, Menteri, Kepala Badan
TUJUAN
1.      Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar
2.      Melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Persyaratan registrasi, Tata cara memperoleh izin edar, Pelaksanaan izin edar, Evaluasi kembali
MATERI FARMASI
Registrasi Obat narkotika, Registrasi obat kontrak, Registrasi obat impor, Registrasi obat khusus ekspor, Registrasi obat yang dilindungi paten,
SANKSI
Pidana & sanksi administratif
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
1.      Tetap diproses sesuai dengan Permenkes No.949/MENKES/PER/VI/2000
2.      Registrasi obat jadi yang habis masa berlakunya setelah ditetapkan peraturan ini, dapat diperpanjang paling lama 2 tahun
3.      Dengan berlakunya peraturan ini, maka Permenkes No.949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi obat jadi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi
4.      Peraturan berlaku pada tanggal ditetapkan

ASPEK
PMK 1148 th 2011
JUDUL
PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)
LATAR BELAKANG
a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran obat dan bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan khasiat/manfaat;
  b. bahwa pengaturan PBF dalam PMK No 918/Menkes/Per/X/1993 ttg PBF sebagaimana telah diubah dengan KMK No 1191/Menkes/SK/IX/2002 dan pengaturan PBF Penyalur Bahan Baku Obat dalam KMK No 287/MENKES/SK/X/1976 ttg Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat, sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum; 
  c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan PMK ttg PBF;
DASAR HUKUM
1.  Ordonansi Obat Keras (Staatsblad No 419 Tahun 1949);
2. UU No 5 Tahun 1997 ttg Psikotropika;
3. PP No 51 Tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian;
4. UU No 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan;
5. UU No 25 Tahun 2007 ttg Penanaman Modal;
TUJUAN
Regulasi PBF
MATERI MUATAN
(1)PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin dan/atau pengakuan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, wajib menyesuaikan perizinan dan penyelenggaraan usahanya paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Menteri ini.
(2) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan sebelummulai berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan PMK No 918/Menkes/Per/X/1993 ttg PBF sebagaimana telah diubah dengan KMK No1191/Menkes/SK/IX/2002atau KMK No 287/Menkes/SK/X/1976 ttg Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan BakuObat.

MATERI FARMASI
PBF, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untukpengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
SANKSI
-
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.       PMK No 918/MENKES/PER/X/1993 ttg PBF sebagaimana telah diubah dengan KMK No 1191/MENKES/SK/IX/2002 ttg Perubahan atas PMK No 918/MENKES/PER/X/1993 ttg PBF; dan
b. KMK No 287/MENKES/SK/XI/1976ttg Ketentuan Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran BahanBaku;


ASPEK
PMK NOMOR 1175 th 2010
JUDUL
IZIN PRODUKSI KOSMETIKA
LATAR BELAKANG/ ALASAN DITERBITKAN
1.      Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
2.      Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
3.      Izin produksi adalah izin yang harus dimiliki oleh pabrik kosmetika untuk melakukan kegiatan pembuatan kosmetika.
4.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 236/Men.Kes/Per/X/1977 tentang Izin Produksi Kosmetika dan Alat Kesehatan sepanjang menyangkut Izin Produksi Kosmetika dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.
KETENTUAN UMUM
Definisi , Izin produksi, Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik
TUJUAN
Untuk menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan kosmetika perlu pengaturan izin produksi kosmetika.
MATERI MUATAN/ ASPEK YANG DIATUR
Pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh industri kosmetika.
Tata cara memperoleh izin produksi, Perubahan izin produksi, Penyelenggaraan pembuatan kosmetika, Pembinaan dan pengawasan.
MATERI FARMASI
Definisi Kosmetik, Cara pembuatan kosmetik yang baik, Izin edar Kosmetik.
SANKSI
Tindak administratif atau sanksi Pidana
ATURAN PERALIHAN
1.      Permohonan izin produksi yang sedang dalam proses diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 236/Menkes/Per/X/1977 tentang Izin Produksi Kosmetika dan Alat Kesehatan;
2.      Pabrik kosmetika yang telah memiliki izin produksi wajib melakukan penyesuaian selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Peraturan ini diundangkan

ASPEK
PMK NO. 1176 Tahun 2010
JUDUL
NOTIFIKASI KOSMETIKA
LATAR BELAKANG
1.      Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu , keamanan dan kemanfaatan;
2.      Bahwa peraturan Menteri Kesehatan Nomor 140/Menkes/Per/III/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan,  Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
3.      Bahwa berdasarkan pertimbangan no 1 dan nomor 2 maka perlu menetapkan peraturan Menteri Kesehatan tentang Notifikasi Kosmetika
DASAR HUKUM
UU NO 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU NO 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, UU NO 36/2009 Tentang Kesehatan, PP No 72/1998 tentang pengamanan Sediaaan Farmasi dan Alat kesehatan.
KETENTUAN UMUM
Definisi: Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksud untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (Epidermis rambut,Kuku , bibir dan organ genital bagian luar), atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk memberdihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memeliharan tubuh pada kondisi baik
TUJUAN
Agar setiap kosmetik yag beredar memenuhi standar dan /atau persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
MATERI MUATAN
Menetapkan CPKB, Memenuhi persyaratan teknis, yang meliputi peryaratan keamanan, bahan,penandaan, dan klaim
SANKSI
Sanksi administratif berupa:
1.      Peringatan tertulis
2.      Larangan mengedarkan kosmetika untuk sementara
3.      Penarikan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan
4.      Pemusnahan kosmetika
5.      Penghentian sementara kegiatan produksi dan atau peredaran kosmetika





ASPEK
PMK no. 1190 th 2010
JUDUL
Tentang Izin Edar Alkes dan PKRT
LATAR BELAKANG
a.       Memberi pengamanan dan melindungi masyarakat
b.      Ketentuan izin edar alkes & PKRT perlu disesuaikan dgn perkembangan dan kebutuhan hukum
DASAR HUKUM
1.      UU no.8-1999 ttg Perlindungan Konsumen
2.      UU no.32-2004 ttg Pemda, dgn perubahannya yg ke-2 yaitu UU no.12-2008
3.      UU no.36-2009 ttg Kesehatan
4.      PP no.72-1998 ttg Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes
5.      PP no.38-2007 ttg Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemprov dan Pemda
6.      PP no.13-2009 ttg Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Bukan Pajak yg berlaku pada Depkes
7.      PP no.24-2010 ttg Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara
8.      PMK no.1575-2015 ttg Organisasi dan Tata Kerja Depkes, dgn perubahannnya yg kedua no.439-2009
KETENTUAN UMUM
Definisi :
Alkes, PKRT, Produk Rekondisi/Produk Remanufakturing, Perusahaan, PAK, Perusahaan RT, Izin Edar, Surat Ket.Impor, Surat Ket.Izin Ekspor, Mutu, Penandaan, Etiket/label, Pemerintah Pusat, Pemda, Menteri, Dirjen
TUJUAN
1.      Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
2.      Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3.      Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan  Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
MATERI MUATAN/ASPEK YG DIATUR
Izin Edar, Penandaan, Iklan, Pemeliharaan Mutu, Ekspor dan Impor, Perselisihan Keagenan, Peran Serta Masyarakat, Binwas, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI
Alkes, PKRT, PAK, Izin Edar, Surat Ket.Impor dan Ekspor, Penandaan, Etiket/label
SANKSI
·         Sanksi Administratif terdiri berupa, Peringatan lisan; Peringatan tertulis; Pencabutan izin.
·         Sanksi pidana, bila pelanggaran mengakibatkan seseorang mengalami gangguan kesehatan yg serius.
ATURAN PERALIHAN
·         PMK no.1184-2004 ttg Pengamanan Alkes dan PKRT masih berlaku s.d habis masa berlakunya
·         Permohonan izin edar yg sdng dlm proses, diselesaikan berdasarkan ketentuan PMK no.1184-2004.
·         Penyesuaian paling lambat 1 tahun sejak peraturan ditetapkan
KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, PMK no.1184-2004 ttg Pengamanan Alkes dan PKRT sepanjang mengatur mengenai izin edar alkes dan PKRT dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.





ASPEK
PMK No 1191/2010
JUDUL
PENYALURAN ALAT KESEHATAN (PAK)


LATAR BELAKANG / ALASAN DITERBITKAN
a.       menjamin mutu, keamanan, dan  kemanfaatan alat kesehatan yang didistribusikan kepada konsumen, perlu mengatur penyaluran alat kesehatan
b.      ketentuan mengenai  penyaluran  alat kesehatan yang telah diatur dalam  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga perlu disesuaikan dengan perkembangan  dan kebutuhan hukum
c.       berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyaluran Alat Kesehatan
DASAR HUKUM
UU No 8/1999, UU No 32/2004, UU No 36/2009, PP No 72/1998, PP No 38/2007, PP No 13/2009, PerPres No 24/2010, PMK No 1575/2005
KETENTUAN UMUM
Definisi : Alat Kesehatan, Penyaluran Alat Kesehatan, Cabang Penyaluran Alat Kesehatan, Toko Alat Kesehatan, Cara Distribusi Alat Kesehatan, Pedagang Eceran Obat, Sertifikat Pemberitahuan Ekspor, Sertifikat Bebas Jual, Menteri Dan Direktur Jenderal.
TUJUAN
1. Menjamin mutu dan keamanan alat kesehatan
2. Mengatur penyaluran alat kesehatan
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Ruang lingkup, penyaluran ( meliputi : perizinan, syarat dan tata cara, izin cabang PAK, toko alat kesehatan, penyerahan alat kesehatan, sarana dan prasarana, pemeriksaan dan pelaporan, ekspor dan impor), pembinaan dan pengawasan (penarikan kembali, pemusnahan, tindak administratif),
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP
1.     izin  PAK, izin Cabang  PAK,  izin sub PAK  dan izin toko alat kesehatan yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
2.     PMK No 1184/2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku


ASPEK
PMK NO. 1799 tahun 2010
JUDUL
INDUSTRI FARMASI
LATAR BELAKANG
1.      Bahwa pengaturan tentang industri farmasi yang komprehensif sangat diperlukan dalam mengantisipasi penerapan perdagangan internasional dibidang farmasi.
2.      Bahwa keputusan menteri kesehatan nomor 245/Menkes/SK/XI/1990 Tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
3.      Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2, perlu menerapkan peraturan menteri kesehatan tentang industri farmasi.

DASAR HUKUM
Ordonasi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949)
Undang-Undang nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
KETENTUAN HUKUM
Definisi: Obat, bahan obat, industri farmasi,pembuatan obat, cara pembuatan obat yang baik, farmakovigilans, kepala badan pengawas obat dan makanan, direktur jendral, menteri.
TUJUAN
1.      Memberikan ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
2.      Memberikan aturan tentang industri farmasi yang komprehensif dalam mengantisipasipenerapan perdagangan internasional di bidang farmasi.
MATERI MUATAN
Proses pembuatan obat, produk hasil penelitian dan pengembangan, permohonan izin industri farmasi, persyaratan CPOB.
MATERI FARMASI
Pekerjaan kefarmasian, sediaan farmasi, tenaga kefarmasian, fasilitas distribusi/penyaluran sediaan farmasi,standar prosedur operasional, STRA, STRTTK, SIP Apoteker, SIK, Perizinan industri farmasi, CPOB, Persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, produksi, peredaran, pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan kedalam dan dari wilayah indonesia, kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pemeliharaan mutu, pengujian, dan penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran, pemusnahan, peran serta masyarakat, pembinaan, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan lain, ketentuan penutup.
SANKSI
Sanksi administratif
1.      Pembekuan izin industri farmasi
2.      Penghentian sementara kegiatan
3.      Pencabutan izin industri farmasi

KETENTUAN PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat ketentuan ini mulai berlaku, keputusan menteri kesehatan nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Aspek
PK BPOM NOMOR 3 TAHUN 2016
Judul
PEDOMAN PELAKSANAAN TINDAKAN PENGAMANAN SETEMPAT DALAM PENGAWASAN PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN DI SARANA PRODUKSI, PENYALURAN, DAN PELAYANAN OBAT DAN MAKANAN
Latar Belakang
a.       bahwa dalam situasi dan kondisi tertentu yang klarifikasi dan konfirmasi lebih lanjut dalam pengawasan peredaran obat dan makanan disarana produksi, penyaluran, dan pelayanan obat dan makanan diperlukan tindakan pengamanan setempat;
b.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk memberikan kepastian hukum bagi petugas dan/atau pemilik sarana produksi, penyaluran, dan pelayanan obat dan makanan perlu menetapkan Peraturan KBPOM ttg Pedoman Pelaksanaan Tindakan Pengamanan Setempat dalam Pengawasan Peredaran Obat dan Makanan di Sarana Produksi, Penyaluran, dan Pelayanan Obat dan Makanan
Dasar Hukum
1.         UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
2.         UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
3.         UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4.         UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan
5.         PP No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6.         PP No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
7.         PP No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
8.         PP No 44 Tahun 2010 tentang Prekursor Farmasi
9.         PP No 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
10.     PP Nomor 3 Tahun 2013 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen
11.     PerMenKes No 167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat sebagaimana telah diubah dengan KepMenKes No 1331/Menkes/SK/X/2002;
12.     PerMeKes No 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan KepMenKes No 1332/MENKES/SK/X/2002;
13.     PerMenKes No 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan -4- Menteri Kesehatan No16 Tahun 2013
14.     PerMenKes No 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF sebagaimana telah diubah dengan PerMenKes No 34 Tahun 2014
15.     PerMenKes No 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
16.     PKBPOM No 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM sebagaimana telah diubah dengan PKBPOM No HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
17.     PKBPOM No 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM
Ketentuan Umum
1. Obat dan Makanan adalah obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan pangan olahan.
2. Sarana Produksi, Penyaluran, dan Pelayanan Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut Sarana, adalah fasilitas atau tempat dilakukannya produksi/pembuatan, distribusi/penyaluran, dan/atau penyerahan/ pelayanan obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan/ atau pangan olahan.
 3. Pengamanan Setempat adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas BPOM, termasuk petugas unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM untuk melakukan inventarisasi, pengambilan contoh untuk uji laboratorium, dan/atau penyegelan dalam pengawasan peredaran Obat dan Makanan, termasuk bahan baku dan/atau bahan pengemas.
4. Petugas BPOM, termasuk petugas unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM, yang selanjutnya disebut Petugas, adalah PNS di lingkungan BPOM, termasuk unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM, yang diberi tugas melakukan pengawasan peredaran Obat dan Makanan berdasarkan surat perintah tugas.
Tujuan
untuk memberikan kepastian hukum bagi petugas dan/atau pemilik sarana produksi, penyaluran, dan pelayanan obat dan makanan perlu menetapkan Peraturan Kepala BPOM tentang Pedoman Pelaksanaan Tindakan Pengamanan Setempat dalam Pengawasan Peredaran Obat dan Makanan di Sarana Produksi, Penyaluran, dan Pelayanan Obat dan Makanan
Materi
PENGAMANAN SETEMPAT
PEMBUKAAN SEGEL
FORMAT BERITA ACARA
Saksi
(1)Jika hasil uji laboratorium dan/atau verifikasi penandaan/label atas Obat dan Makanan tidak memenuhi standar/persyaratan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan, harus ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika hasil uji laboratorium dan/atau verifikasi penandaan/label tidak memenuhi standar/ persyaratan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan serta menunjukkan adanya bukti permulaan yang cukup terhadap adanya tindak pidana di bidang Obat dan Makanan, harus segera dilakukan penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Penutup
Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


            Aspek                                                             PKBPOM NO 18 TH 2015
Judul                                      PERSYARATAN TEKNIS BAHAN KOSMETIK
Latar Belakang                     Persyaratan teknis bahan kosmetik perlu disesuaikan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi terkini di bidang kosmetik
Dasar Hukum                        UU 8/1999, UU 36/2009, PP 72/1998, Permenkes 1175/Menkes/Per/ VIII/ 2010, Permenkes 1176/Menkes/Per/VIII/2010, Kep KA BPOM Nomor 02001/Tahun 2001, Per KA BPOM Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010, Per KA BPOM Nomor HK,03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010, Per KA BPOM Nomor HK.03.1.123.12.10.12459 Tahun 2010, Per KA BPOM 14/2014.
Ketentuan Umum     Def. Kosmetik, Bahan Kosmetik, Bahan Pewarna, Bahan Pengawet, Bahan Tabir Surya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Tujuan                       Agar bahan kosmetik memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu yang disertai pembuktian secara empiris atau ilmiah.
Aspek Yang Diatur   1. Bahan yang diperbolehkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan
                                    2. Bahan pewarna yang diperbolehkan dalam kosmetik
                                    3. Bahan pengawet yang diperbolehkan dalam kosmetik
                                    4. Bahan tabir surya yang diperbolehkan dalam kosmetik
                                    5. Bahan yang dilarang dalam kosmetik
Materi Farmasi          Definisi Kosmetik, bahan kosmetik, bahan pewarna, bahan pengawet, bahan tabir surya
Sanksi                         Peringatan tertulis; larangan mengedarkan kosmetik untuk sementara, penarikan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan,mutu dan penandaan dari peredaran; pemusnahan kosmetik; pembatalan notifikasi; penghentian sementara kegiatan produksi dan atau peredaran kosmetik.
Aturan Peralihan      Kosmetik yang telah dinotifikasi wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan ini paling lambat 31 desember 2016.
Penutup                      1. Per KA BPOM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011
                                    2. Per KA BPOM Nomor HK.03.1.23.06.12.3697 Tahun 2012
                                    3. Per KA BPOM Nomor 2 Tahun 2014       

ASPEK
PKBPOM RI No. 27 Tahun 2013
JUDUL
PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT DAN MAKANAN KEDALAM WILAYAH INDONESIA
LATAR BELAKANG/ ALASAN DITERBITKAN
1.      Obat dan makanan yang masuk kewilayah Indonesia harus memiliki nomor izin edar
2.      Peraturan pengawasan pemasukan obat dan makanan perlu disesuiakan dengan ketentuan terkini dibidang Impor
3.      Perlu menetapkan peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan tentang pengawasan pemasukan obat dan makanan kedalam wilayah Indonesia
DASAR HUKUM
-          UU No. 8 Tahun 1999, UU No. 36 Tahun 2009
-          UU No. 18 Tahun 2012, PP No. 72 Tahun 1998, PP No. 69 Tahun 1999, PP No. 28 Tahun 2004, PP No. 48 Tahun 2010, PP No. 10 Tahun 2012, PP No. 10 Tahun 2008, Kepres No. 103 Tahun 2001, Kepres No. 110 Tahun 2001, PERMENKES
-          No.1010/Menkes/Per/XI/2008, Permenkes
-          No. 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tahun 2010 Permenkes
-          No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tahun 2010, Peraturan Mentri Keuangan No 213/PMK.011/2011, Permenkes
-          No. 1148/Menkes/Per/VI/2011, Permenkes No. 007 Tahun 2012, Permenkes No. 033 Tahun 2012, Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No.02001/SK/KBPOM Tahun 2001, peraturan kepala badan pengawasan obat dan makanan no HK.00.05.41.1384 Tahun 2005, Keputusan Kepala bada pengawas obat dan makanan no HK.00.05.23.4415 tahun 2008, keputusan kepala badan pengawas obat dan makanan no HK. 00.05.23.4416 Tahun 2008, peraturan badan pengawas obat dan makanan no HK. 03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011, peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan no. HK. 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011, peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan no HK. 03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011
KETENTUAN UMUM
Definisi : obat dan makanan, Pemasukan obat dan makanan, surat . keterangan impor, obat, prodak biologi, obat tradisional, obat kuasi, kosmetika, suplemen kesehatan, pangan olahan, izin edar, batas kadaluwarsa, Kepala Badan
TUJUAN
Lebih meningkatkan pengawasan pemasukan obat dan makanan yang di impor ke dalam negeri
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
Tata cara permohonan, persetujuan pemasukan, dokumentasi, biaya, pemasukan kembali
MATERI FARMASI
Definisi : obat dan makanan, pemasukan obat dan makanan, surat keterangan impor, obat, produk biologi, obat tradisional, obat kuasi, kosmetika, suplemen kesehatan, izin edar, batas kadaluwarsa
SANKSI
Pidana denda dan penjara
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Peraturan mengenai pemasukan obat dan makanan yang telah ada masih berlaku selama tidak bertentangan dengan peraturan ini

ASPEK
PKBPOM Nomor Hk.03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011
JUDUL
Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika
LATAR BELAKANG/ ALASAN DITERBITKAN
untuk melaksanakan ketentuan pasal 22 peraturan menteri kesehatan nomor 1175/menkes/per/viii/2010 tahun 2010 tentang izin produksi kosmetika, perlu menetapkan  peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan tentang pengawasan produksi dan peredaran kosmetika
DASAR HUKUM
-       UU No 8 Tahun 1999 Ttg Perlindungan Konsumen;
-       UU No 36 Tahun 2009 Ttg Kesehatan;
-       PP No 72 Tahun 1998 Ttg Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan;
-       Keputusan Presiden No 103 Tahun 2001 Ttg        Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Peraturan Presiden No 64 Tahun 2005;
-       Keputusan Presiden No 110 Tahun 2001 ttg Unit
-       Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen
-       sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No 52 Tahun 2005;
-       KMK No 386/Men.Kes/SK/IV/1994  Tahun 1994 ttg Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan Makanan - Minuman;
-       PMK No 1175/MENKES/PER/VI/2010 Tahun 2010 ttg Izin Produksi Kosmetika;
-       PMK No 1176/MENKES/PER/VIII/2010 Tahun 2010 ttg Notifikasi Kosmetika;
-       Keputusan Kepala BPOM No 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 ttg Organisasi dan Tata Kerja BPOM sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM RI No HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
-       Keputusan Kepala BPOM No HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 ttg Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik;
-       PK BPOM No HK.03.42.06.10.4556 Tahun 2010 ttg Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik;
-       PK BPOM No HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 ttg Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika;
-       PK BPOM No HK.03.1.23.12.10.12123 Tahun 2010 ttg Pedoman Dokumen Informasi Produk;
-       PK BPOM No HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 ttg Persyaratan Teknis Kosmetika;
-       PK BPOM No HK.03.1.23.04.11.03724 Tahun 2011 ttg Pengawasan Pemasukan Kosmetika;
-       PK BPOM No HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 ttg Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika;
-       PK BPOM No HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 ttg Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika;

KETENTUAN UMUM
Definisi : kosmetika, produksi, pengolahan, pengemasan, peredaran, kepala badan, petugas
TUJUAN
1. Pengawasan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan terhadap:
a. industri kosmetika;
b. importir kosmetika;
c. usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi;
d. distribusi; dan
e. penjualan kosmetika melalui media elektronik.

2. Pengawasan sarana distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan namun tidak terbatas pada :
a. distributor;
b. agen;
c. klinik kecantikan, salon, spa;
d. swalayan, apotik, toko obat, toko kosmetika;
e. stokis Multi Level Marketing (MLM); dan
f. pengecer.
2. Pengawasan kosmetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b antara
lain meliputi :
a. legalitas kosmetika;
b. keamanan, kemanfaatan dan mutu;
c. penandaan dan klaim; dan
d. promosi dan iklan
MATERI MUATAN / ASPEK YANG DIATUR
(1) Pengawasan
(2) Petugas
(3) Tata Cara Pemeriksaan
(4) Tindak Lanjut
(5) Sanksi
MATERI FARMASI
Pengawasan kosmetika sebagaimana meliputi :
a. legalitas kosmetika;
b. keamanan, kemanfaatan dan mutu;
c. penandaan dan klaim; dan
d. promosi dan iklan
SANKSI
Sanksi administratif & sanksi pidana
ATURAN PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat Peraturan ini diundangkan, maka semua ketentuan peraturan perUUan yang mengatur pengawasan kosmetika masih tetap berlaku, sepanjang tidak berttgan dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan ini.


Komentar

Postingan Populer