KLTP



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan tekhnologi. Berbagai alat dengan kecanggihan semakin meningkat. Hal ini juga termasuk perkembangan dalam ilmu farmasi, tidak terkecuali bidang Analisis farmasi. Dalam  bidang ini, selama beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan yang pesat untuk teknik pemisahan. Penerapan metode seperti kromatografi dianggap metode modern yang saat ini sering digunakan dalam berbagai riset dan penelitian. Hal ini terbukti dengan banyaknya publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penggunaan metode tersebut, baik untuk tujuan analisis kualitatif maupun kuantitatif.    
Kromatografi banyak dipilih karena merupakan metode pemisahan yang sederhana. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa.Satu fasa tetap tinggal pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya dinamakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan. Kromatografi juga dapat digunakan, jika metode klasik tidak dapat dilakukan karena jumlah cuplikan rendah, kompleksitas campuran yang hendak dipisahkan atau  sifat berkerabat zat yang sulit dipisah (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kromatografi ada bermacam-macam diantaranya kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, penukar ion, penyaringan gel dan elektroforesis (Sastrohamidjojo, 1985). Dalam perkembangan selanjutnya metode kromatografi lapis tipis tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi noda, akan tetapi juga untuk mengisolasi ekstrak. Metode ini kemudian dikenal sebagai KLT preparatif. Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) merupakan  metode pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan memakai peralatan sangat sederhana. Walaupun KLTP dapat memisahkan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm) sebagai pengganti lapisan penyerap yang tipis (Nasution, 2010).
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.    Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
a)    Apa yang dimaksud Kromatografi Lapis Tipis ?
b)   Bagaimana prinsip kerja Kromatografi Lapis Tipis?
c)    Bagaimana prosedur kerja pemisahan sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis?
2.    Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
a)    Apa yang dimaksud Kromatografi Lapis Tipis Preparatif?
b)   Bagaimana prinsip kerja Kromatografi Lapis Tipis Preparatif?
c)    Bagaimana prosedur kerja pemisahan sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif?
3.    Senyawa bioaktif apa yang dapat diisolasi dengan KLTP?
C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui defenisi, prinsip kerja dan cara kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
2.      Untuk mengetahui defenisi, prinsip kerja dan cara kerja Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP).
3.      Untuk mengetahui senyawa bioaktif yang dapat diisolasi dengan KLTP







BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1.    Defenisi KLT
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Hostettmann et al, 1995).
Pada proses adsorpsi senyawa kimia dapat terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap tiap-tiap komponen kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan eluen disebabkan oleh gaya sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan  yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi, 1988).
Kromatografi Lapis Tipis memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu : KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis, identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet, dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi, petepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar dan Rohman, 2007). Sedangkan kekurangnnya yaitu: butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan, butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok, memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun.
2.    Prinsip Kerja KLT
 Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Watson, 2010). KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.
3.    Prosedur Kerja KLT
a)    Fase diam dan fase gerak
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam yang  terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika.
Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.
Fase diam yang sering digunakan pada KLT
(Kealey dan Haines, 2002)
Fasa Diam
Mekanisme Sorpsi
Penggunaan
Silika gel
Adsorpsi
Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid
Serbuk selulosa
Partisi
Asam amino, nukleotida, karbohidrat
Selulosa penukar ion
Pertukaran ion
Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion-ion logam
Gel sephadex
Eksklusi
Polimer, protein, kompleks logam
Β-siklodekstrin
Interaksi adsorpsi stereospesifik
Campuran enansiomer

Selain fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara  kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis  adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Watson, 2010).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang  paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
1.    Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
2.    Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3.    Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4.    Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam. 

b)   Penotolan Sampel
Pada KLT, fasa diam berupa plat yang biasanya silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.
c)    Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah  ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi  fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan  sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan  fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.



Gambar berikut ini menunjukkan posisi dari totolan sampel, posisi
lempeng dalam bejana serta ketinggian eluen dalam bejana :
 












Gambar Lempeng dalam beaker (chamber) dengan garis pembatas
penotolan sampel dan batas eluen.
 









Gambar Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak
dan batas atas pengelusian.

d)   Deteksi bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan denagan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa  yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas.

Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
Ø Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional  tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
Ø Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
Ø Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
Ø Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
Ø Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).
e)    Perhitungan nilai Rf
Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan KLT tergantung pada jenis pelarut dan zat penyerap dengan sifat daya serap masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan terbawa oleh fase diam (penyerap) dengan kecepatan pemindahan yang berbeda-beda. Perbandingan kecepatan bergeraknya komponen terlarut dalam fase gerak (pelarut) adalah dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan. Perbandingan kecepatan ini dinyatakan dalam Rf (Rate of Flow) dengan persamaan sebagai berikut
Rf =
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah:
Ø Ukuran partikel dari zat penyerap
Ø Derajat keaktifan dari zat penyerap
Ø Kemurnian pelarut
Ø Kejenuhan chamber
Ø Kepolaran eluen/perbandingan eluen

B.  Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
1.      Defenisi KLTP
Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan memakai peralatan sangat sederhana ialah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm) sebagai pengganti lapisan penyerap yang tipis (Nasution, 2010).
Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan cara lama yang digunakan secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Tetapi dalam kuantisasi belakangan ini kromatografi lapis tipis digantikan oleh “HPLC” (High Performance Thin-layer Chromatography) atau Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (Munson, 2010).
Meski banyak terdapat metode, metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) yang pembiayaannya paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Adsorben yang paling banyak digunakan yaitu  silika gel yang dipakai untuk pemisahan campuran lipofil maupun senyawa hidrofil. ketebalan adsorben yang paling sering digunakan ialah 0,5 – 2 mm. pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat mutu KLT  (Hostettmann, 2006).
2.      Prinsip kerja KLTP
Proses isolasi kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Nasution, 2010).
3.      Prosedur kerja pemisahan sampel dengan KLTP
Pada kromatografi lapis tipis preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tanwarna, dan penyerap yang mengandung senyawa pita dikerok dari pelat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penyerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit dan untuk memperoleh cuplikan yang murni untuk mengkalibrasi kromatografi lapis tipis kuantitatif (Nasution, 2010).
Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan Kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Aluminum oksida mempunyai kemampuan koordinasi dan oleh karena itu sesuai untuk pemisahan senyawa yang mengandung gugus fungsi yang berbeda. Aluminium oksida mengandung ion alkali dan dengan demikian bereaksi sebagai basa dalam suspensi air. Disamping kedua adsorben yang sangat aktif ini dalam hal tertentu dapat digunakan “kieselgur” yang kurang aktif sebagai lapis sorpsi (Munson, 2010).
Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin besar kemungkinan penguraian (Nasution, 2010).
C.   Isolasi Senyawa Flavanoid dengan KLTP pada Daun Adam Hawa (Sitorus, dkk)
1.    Prosedur Kerja
Sebanyak 1 kg daun Adam Hawa dicuci bersih dengan air mengalir kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan cara dimasukkan dalam oven dengan suhu 40oC selama 7 hari hingga kering dan selanjutnya dihaluskan menggunakan blenderlalu diayak sehingga diperoleh serbuk halus yang digunakan sebagai sampel penelitian. Sejumlah 50 g serbuk daun Adam hawa pertama-tama diekstrasi secara maserasi dengan etanol 95% sebanyak 250 mL. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1985).
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254 dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan etanol 95%, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi.
Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5). Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm (Harbone, 1996).
Menurut Markham (1998) isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparative dengan cara mengkerok fasa diam di tempat yang sesuai pada pelat yang telah dikembangkan, lalu serbuk dilarutkan dengan metanol sebanyak 2,5 ml dan akhirnya disentrifugasi untuk mengendapkan fase diamnya (silika gel), lalu supernatannya (selanjutnya disebut isolat) diambil dan dimasukkan dalam kuvet kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis dengan spektrum pada bilangan gelombang 200-800 nm.
2.    Hasil
KLT yang digunakan terbuat dari silika gel dengan ukuran 5 cm x 10 cm G60 F254 (Merck) yang diaktifasi pada suhu 100 ºC selama 60 menit untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat (Sastrohamidjojo, 2007). Eluen yang digunakan adalah n-butanol : air : asam asetat (4:1:5). Ekstrak kemudian ditotolkan dan dielusi selama 6 jam sehingga menghasilkan 3 noda yang berwarna merah jingga dan merah lembayung. Sedangkan kuersetin yang digunakan sebagai pembanding rutin menghasilkan 1 noda yang berwarna kuning. Menurut Harbone (1987) terbentuknya bercak-bercak yang berwarna kuning, biru muda dan coklat pada sistem KLT yang digunakan menandakan adanya golongan flavanoid sedangkan noda berwarna merah lembayung atau merah mengindikasikan adanya antosianin.
Isolat
Rf
Warna Bercak dengan sinar Ultraviolet tanpa NH3
1
0,09
Merah jingga
2
0,36
Merah jingga
3
0,71
Merah muda
4
0,64
Kuning
            (Penelitian Sitorus dkk)
Selanjutnya dari ketiga noda yang dihasilkan dari KLT Preparatif, dikerok dan masing-masing diekstrak dengan metanol, disentrifus, kemudian supernatannya diambil untuk analisis spektrofotometer.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.    KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik.
2.    Proses isolasi kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
3.    Salah satu senyawa yang dapat di isolasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah flavonoid.
B.  Saran
Perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam mengenai isolasi senyawa bioaktif dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP).









DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB.

Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Bandung: ITB.

Kealey D dan Haines PJ. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. BIOS Scientific Publishers Limited. New York.

Sastroharmidjojo H. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.

Sitorus, dkk. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavanoid Pada Daun Adam Hawa  (Rhoe Discolor. FMIPA UNSRAT  Manado dan Poltekes Manado.

Sudjadi.1988. Metode Pemisahan.Yogyakarta: Kanisius.

Watson, DG. 2010. Analisis Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran.

Komentar

Postingan Populer