KLTP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu
pengetahuan sejalan dengan perkembangan tekhnologi. Berbagai alat dengan
kecanggihan semakin meningkat. Hal ini juga termasuk perkembangan dalam ilmu
farmasi, tidak terkecuali bidang Analisis farmasi. Dalam bidang ini,
selama beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan yang pesat untuk teknik
pemisahan. Penerapan metode seperti kromatografi dianggap metode modern yang
saat ini sering digunakan dalam berbagai riset dan penelitian. Hal ini terbukti
dengan banyaknya publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penggunaan metode
tersebut, baik untuk tujuan analisis kualitatif maupun kuantitatif.
Kromatografi banyak
dipilih karena merupakan metode pemisahan yang sederhana. Kromatografi
mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari
penyusunan cuplikan antara dua fasa.Satu fasa tetap tinggal pada sistem dan
dinamakan fasa diam. Fasa lainnya dinamakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan.
Kromatografi juga dapat digunakan, jika metode klasik tidak dapat
dilakukan karena jumlah cuplikan rendah, kompleksitas campuran yang hendak
dipisahkan atau sifat berkerabat zat yang sulit dipisah
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Kromatografi ada
bermacam-macam diantaranya kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis,
penukar ion, penyaringan gel dan elektroforesis (Sastrohamidjojo, 1985). Dalam perkembangan selanjutnya metode kromatografi lapis tipis tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi noda,
akan tetapi juga untuk mengisolasi ekstrak. Metode ini kemudian dikenal sebagai
KLT preparatif. Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) merupakan metode pemisahan yang memerlukan biaya paling
murah dan memakai peralatan sangat sederhana. Walaupun KLTP dapat memisahkan
dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. KLT
preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm) sebagai
pengganti lapisan penyerap yang tipis (Nasution, 2010).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
a)
Apa yang dimaksud Kromatografi Lapis Tipis ?
b)
Bagaimana prinsip kerja
Kromatografi Lapis Tipis?
c)
Bagaimana prosedur kerja
pemisahan sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis?
2.
Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif (KLTP)
a)
Apa yang dimaksud Kromatografi Lapis Tipis Preparatif?
b)
Bagaimana prinsip kerja
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif?
c)
Bagaimana prosedur kerja
pemisahan sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif?
3.
Senyawa bioaktif apa yang
dapat diisolasi dengan KLTP?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi,
prinsip kerja dan cara kerja Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).
2. Untuk mengetahui defenisi,
prinsip kerja dan cara kerja Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif (KLTP).
3. Untuk
mengetahui senyawa bioaktif yang dapat diisolasi dengan KLTP
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)
1.
Defenisi KLT
Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun
1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang fase diamnya berupa
lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium,
atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
KLT merupakan salah satu
metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari
komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh
karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen
bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan
pemisahan (Hostettmann et al, 1995).
Pada proses adsorpsi
senyawa kimia dapat terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap
tiap-tiap komponen kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan
tiap-tiap komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah
gerakan eluen disebabkan oleh gaya sentrifugal sehingga komponen kimia dapat
bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kromatografi lapis tipis
merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk menganalisis senyawa
secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan
berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi
setelah perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan
sinar UV (Sudjadi, 1988).
Kromatografi Lapis Tipis
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu : KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis, identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan
pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet, dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending),
menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi, petepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen
yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sedangkan kekurangnnya yaitu: butuh
ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang
diharapkan, butuh
sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok,
memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun.
2. Prinsip
Kerja KLT
Pada
dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan
adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Watson,
2010). KLT sangat mirip dengan kromatografi
kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase
diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai
pengganti kertas.
Pada proses pemisahan
dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase
diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan
gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi
dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.
3. Prosedur
Kerja KLT
a) Fase diam dan fase gerak
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman,
2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam yang
terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom
oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel,
atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H
selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika.
Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai
disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang
biasa digunakan adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada
permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya
mirip silika gel.
Fase diam yang sering
digunakan pada KLT
(Kealey dan Haines, 2002)
Fasa Diam
|
Mekanisme Sorpsi
|
Penggunaan
|
Silika gel
|
Adsorpsi
|
Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid
|
Serbuk selulosa
|
Partisi
|
Asam amino, nukleotida, karbohidrat
|
Selulosa penukar ion
|
Pertukaran ion
|
Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion-ion logam
|
Gel sephadex
|
Eksklusi
|
Polimer, protein, kompleks logam
|
Β-siklodekstrin
|
Interaksi adsorpsi stereospesifik
|
Campuran enansiomer
|
Selain fasa diam, dalam KLT
juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses
elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).
Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen
secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan
jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan
teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam
hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah
lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat
mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika).
Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin
terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved
like” (Watson, 2010).
Fase gerak
pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana
ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini
dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara
optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga
Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4. Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol
dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia
masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam.
b)
Penotolan Sampel
Pada
KLT, fasa diam berupa plat yang biasanya silica gel. Sebuah garis
pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan sampel
ditempatkan di atasnya. Sampel
ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis
pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Untuk
memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5
µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan
harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
Pembuatan
garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta,
pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika
titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang
telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan
gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap
pelarut.
c) Pengembangan
Bila sampel
telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam
bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi
bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli
sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng
yang telah berisi totolan sampel.
Bejana
kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit
mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng
yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan
kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka
dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.
Gambar berikut
ini menunjukkan posisi dari totolan sampel, posisi
lempeng dalam bejana serta ketinggian
eluen dalam bejana :
Gambar
Lempeng dalam beaker (chamber) dengan
garis pembatas
penotolan
sampel dan batas eluen.
Gambar Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak
dan batas atas pengelusian.
d) Deteksi bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika.
Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu
pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika
yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan denagan cara
pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar
ultraviolet terutama untuk senyawa yang
dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas.
Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
Ø Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi
secara kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga
bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk
mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
Ø Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang
gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai bercak yang gelap
atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam.
Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi
dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam
untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng
dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
Ø Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat
lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan nampak
sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
Ø Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
Ø Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan
densitometer, suatu instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang
direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu
sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak
(peak) dalam pencatatan (recorder).
e)
Perhitungan nilai Rf
Pemisahan komponen suatu senyawa yang
dipisahkan dengan KLT tergantung pada jenis pelarut dan zat penyerap dengan
sifat daya serap masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan terbawa
oleh fase diam (penyerap) dengan kecepatan pemindahan yang berbeda-beda.
Perbandingan kecepatan bergeraknya komponen terlarut dalam fase gerak (pelarut)
adalah dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan. Perbandingan
kecepatan ini dinyatakan dalam Rf (Rate
of Flow) dengan persamaan sebagai berikut
Rf =
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan
nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar
antara 0,2-0,8.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah:
Ø
Ukuran partikel dari zat penyerap
Ø
Derajat keaktifan dari zat penyerap
Ø
Kemurnian pelarut
Ø
Kejenuhan chamber
Ø
Kepolaran eluen/perbandingan eluen
B. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
1.
Defenisi
KLTP
Salah satu metode
pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan memakai peralatan sangat
sederhana ialah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat
memisahkan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah
miligram. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1
mm) sebagai pengganti lapisan penyerap yang tipis (Nasution, 2010).
Kromatografi Lapis Tipis merupakan
teknik pemisahan cara lama yang digunakan secara luas, terutama dalam analisis
campuran yang rumit dari sumber alam. Tetapi dalam kuantisasi belakangan ini
kromatografi lapis tipis digantikan oleh “HPLC” (High Performance Thin-layer
Chromatography) atau Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (Munson, 2010).
Meski banyak terdapat
metode, metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) yang pembiayaannya
paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Adsorben yang paling banyak
digunakan yaitu silika gel yang dipakai untuk pemisahan campuran lipofil
maupun senyawa hidrofil. ketebalan adsorben yang paling sering digunakan ialah
0,5 – 2 mm. pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi
jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Ukuran partikel dan porinya
kurang lebih sama dengan ukuran tingkat mutu KLT (Hostettmann,
2006).
2.
Prinsip kerja KLTP
Proses isolasi
kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap
dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan
bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda
sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Nasution, 2010).
3.
Prosedur kerja pemisahan sampel dengan KLTP
Pada
kromatografi lapis tipis preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan
berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara
tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi
beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu
tanwarna, dan penyerap yang mengandung senyawa pita dikerok dari pelat kaca.
Kemudian cuplikan dielusi dari penyerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna
untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni untuk telaah
pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang
lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit dan untuk memperoleh cuplikan
yang murni untuk mengkalibrasi kromatografi lapis tipis kuantitatif (Nasution,
2010).
Adsorben yang
paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan
aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan Kalsium sulfat
untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal
untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Aluminum oksida mempunyai
kemampuan koordinasi dan oleh karena itu sesuai untuk pemisahan senyawa yang
mengandung gugus fungsi yang berbeda. Aluminium oksida mengandung ion alkali
dan dengan demikian bereaksi sebagai basa dalam suspensi air. Disamping kedua
adsorben yang sangat aktif ini dalam hal tertentu dapat digunakan “kieselgur”
yang kurang aktif sebagai lapis sorpsi (Munson, 2010).
Pengembangan
plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.
Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang.
Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka
semakin besar kemungkinan penguraian (Nasution, 2010).
C. Isolasi Senyawa Flavanoid
dengan KLTP pada Daun Adam Hawa (Sitorus, dkk)
1. Prosedur Kerja
Sebanyak 1 kg daun Adam Hawa dicuci
bersih dengan air mengalir kemudian dipotong kecil-kecil
dan dikeringkan dengan cara dimasukkan dalam oven dengan suhu 40oC
selama 7 hari hingga kering dan selanjutnya dihaluskan
menggunakan blenderlalu diayak sehingga diperoleh serbuk halus yang digunakan
sebagai sampel penelitian. Sejumlah 50 g serbuk daun Adam hawa pertama-tama
diekstrasi secara maserasi dengan etanol 95% sebanyak 250 mL. Masing-masing
ekstrak dipekatkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental
(Ditjen POM, 1985).
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60
F254 dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan
dengan etanol 95%, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari
garis bawah dan 1 cm dari garis tepi.
Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol : asam
asetat : air (BAA) (4:1:5). Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada
garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga
Rf nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan
366 nm (Harbone, 1996).
Menurut Markham (1998) isolat-isolat
yang diperoleh dari hasil KLT preparative dengan cara mengkerok fasa diam di
tempat yang sesuai pada pelat yang telah dikembangkan, lalu serbuk dilarutkan
dengan metanol sebanyak 2,5 ml dan akhirnya disentrifugasi untuk mengendapkan
fase diamnya (silika gel), lalu supernatannya (selanjutnya disebut isolat)
diambil dan dimasukkan dalam kuvet kemudian dianalisis dengan spektrofotometer
UV-Vis dengan spektrum pada bilangan gelombang 200-800 nm.
2. Hasil
KLT yang digunakan terbuat dari silika
gel dengan ukuran 5 cm x 10 cm G60 F254 (Merck) yang diaktifasi pada suhu 100
ºC selama 60 menit untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat
(Sastrohamidjojo, 2007). Eluen yang digunakan adalah n-butanol : air : asam
asetat (4:1:5). Ekstrak kemudian ditotolkan dan dielusi selama 6 jam sehingga
menghasilkan 3 noda yang berwarna merah jingga dan merah lembayung. Sedangkan
kuersetin yang digunakan sebagai pembanding rutin menghasilkan 1 noda yang
berwarna kuning. Menurut Harbone (1987) terbentuknya bercak-bercak yang
berwarna kuning, biru muda dan coklat pada sistem KLT yang digunakan menandakan
adanya golongan flavanoid sedangkan noda berwarna merah lembayung atau merah
mengindikasikan adanya antosianin.
Isolat
|
Rf
|
Warna Bercak dengan sinar Ultraviolet tanpa NH3
|
1
|
0,09
|
Merah jingga
|
2
|
0,36
|
Merah jingga
|
3
|
0,71
|
Merah muda
|
4
|
0,64
|
Kuning
|
(Penelitian Sitorus dkk)
Selanjutnya dari ketiga noda yang
dihasilkan dari KLT Preparatif, dikerok dan masing-masing diekstrak dengan
metanol, disentrifus, kemudian supernatannya diambil untuk analisis
spektrofotometer.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang fase
diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium,
atau plat plastik.
2. Proses isolasi kromatografi lapis tipis
preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta
kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran
eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang
menyebabkan pemisahan.
3. Salah
satu senyawa yang dapat di isolasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah
flavonoid.
B. Saran
Perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam mengenai isolasi
senyawa bioaktif dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif (KLTP).
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gritter
RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB.
Hostettmann
K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif.
Bandung: ITB.
Kealey
D dan Haines PJ. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. BIOS
Scientific Publishers Limited. New York.
Sastroharmidjojo
H. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Sitorus,
dkk. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa
Flavanoid Pada Daun Adam Hawa
(Rhoe Discolor. FMIPA UNSRAT Manado dan Poltekes Manado.
Sudjadi.1988. Metode
Pemisahan.Yogyakarta: Kanisius.
Watson, DG. 2010. Analisis Farmasi.
Jakarta: Buku Kedokteran.
Komentar
Posting Komentar