makalah kimia bahan alam laut (kimbal)



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi, para ahli berlomba- lomba melakukan berbagai macam penelitian dalam bidang teknologi. Sekarang sangat banyak hal- hal yang menarik yang membuat para ilmuan penasaran untuk mengetahui berbagai macam hal tentang teknologi, dan khususnya tentang bahan- bahan kimia, reaksi maupun manfaatnya.
Pada kesempatan ini kami akan membahas mengenai kimia bahan alam organik baik yang berasal dari laut maupun darat. Pada perkembangannya bahan yang digunakan dapat berupa tumbuhan yang berasal dari alam ataupun mikroorganisme yang dianggap memiliki potensi untuk menghasilkan senyawa baru ataupun yang sudah ada.
Pada dasar nya perkembangan teknologi mendorong para praktisi untuk melakukan penelitian-penelitian khususnya menyangkut bidang kesehatan (Kefarmasian), dengan mengeksploitasi berbagai sumberdaya amlam baik berupa biota darat maupun biota laut.
Pada 2 dekade terakhir ini telah banyak dikembangkan penelitian-penelitian mengenai biota darat dan biota laut. Khususnya pada biota laut, dimana banyak praktisi tertarik melakukan penelitian karena didalam laut terdapat lebih 1 juta mikroorganisme, memiliki potensi besar sebagai penghasil senyawa metabolit sekunder yang baru. Dimana seperti yang diketahui bahwa didalam laut sangat sedikit atau hampir tidak ada terdapat unsur hara yang bisa memjamin kelangsungan hidup suatu mikroorganisme. Untuk itu hampir keseluruhan biota laut melakukan simbiosis terhadap sesamanya dan sekaligus melakukan biosistesi sediri untuk dapat mempertahankan hidup dari predator lain.
Saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai biota darat seperti pada buah, daun, rimpang, batang, akar dan lainnya. Sedangkan pada biota laut seperti rumput laut atau mikroorganisme lain yang dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang baru atau yang sudah ada. Senyawa-senyawa tersebut seperti alkaloid, saponin, Flavoniod, Polifenol, Alginat, mangostin, azahdirihtin, zingberin, curcumin, dan lain-lain yang dapat bermanfaat untuk kelangsungan hidup.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara mensitesis senyawa organik mejadi senyawa muni
2.      Bagaimana cara mengetahui karakteristik senyawa organik
C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahiu senyawa apa saja yang dihasilkan dari biota alam darat dan biota alam laut.
2.    Untuk mengetahui sistesis senyawa tersebut untuk menjadi senya metabolit sekunder baru atau yang sudah ada.
3.    Mengetahui karakteristik dari senyawa-senyawa yang dihasilkan dari biota alam darat dan biota alam laut


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.      Potensi Senyawa Organik
Senyawa organik merapak senyawa yang diperoleh dari hasil pemurnian atau isolasi dari organisme-organisme baik tumbuhan atau hewan, baik yang berasal dari darat maupun dari laut. Baik di daratan atau di lautan sangat banyak terdapat mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder. Seperti yang kita ketahui bahwa senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa oraganik yang dihasil dari suatu organisme untuk mempertahan kelangsungan hidup.
Saat ini sudah banyak dilakukan eksploitasi bahan alam oleh para arsitek biokimia baik yang berasal dari tumbuhan maupun organisme lainnya. Pada 1 dekade terakhir perkembangan aktivitas antioksidan yang dihasilkan dari bahan alam mulai mengalami peningkatan. Dimana pada dekade sebelumnya pula telah banyak ditemukan aktivitas antioksidan dan senyawa bioaktif lain yang dapat digunakan dalam pengobatan seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steriod dan beberapa senyawa metabolit lain yang diperoleh dari organisme baik laut ataupun darat seperti alginat, karoten dan lain-lain. Sumberdaya hayati laut intangibile mencakup kandungan senyawa metabolit primer dan sekunder dari mikro-makro organisme dan tumbuhan laut. Agar-agar, karraginan, sun-chlorella, ekstrak spirulina, adalah beberapa contoh ekstrak produk laut yang cukup populer dipendengaran kita sebagai bahan makanan tambahan. Belakangan tim peneliti Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan memperkenalkan penggunaan Natrium alginat yang diekstrak dari rumput laut Sargassum untuk keperluan pembatikan. Senyawa metabolit primer dijabarkan sebagai senyawa kimia organik, biasanya terdapat dalam kuantitas yang relatif besar dan keberadaan senyawa ini berperan dalam proses metabolisme.Sebaliknya metabolit sekunder diartikan sebagai senyawa kimia organik yang terkandung dengan kuantitas yang sedikit atau malah renik (trace) dan tak terlibat langsung dalam proses metabolisme tapi sangat berperan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup. Mempertahankan kelangsungan hidup di sini tidak semata-mata penghindaran dari gangguan predator, juga dalam rangka mengatasi fluktuasi lingkungan yang relatif ekstrim. Terpena, alkaloida, polypenol, dsb. adalah beberapa contoh kelompok metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder dari laut inilah yang dua dekade belakangan ini diminati secara luar biasa ekstensif, sebagai sumber farmasi baru selain sumber terrestrial dan senyawa-senyawa sintetik yang merupakan produk dari kimia rekombinan. Kuantitas senyawa baru yang diekstraksi dan diisolasi dari mikro-makro flora dan fauna laut memperlihatkan angka yang cukup fantastis. Dari relatif belum dieksplorasi sebelum tahun 1980, menjadi 6.500 senyawa berhasil diisolasi pada tahun 1995. Kemudian dalam kurun waktu 4 tahun, jumlahnya berlipat hampir dua kali menjadi 10.000 senyawa pada tahun 1999 (Whitehead, 1999 dalam Hefni Effendi, 2012).
Pada senyawa metabolit sekunder dari laut, sering ditemukan struktur molekul baru yang belum pernah sama sekali ditemukan pada senyawa metabolit sekunder terrestrial. Kekhasan lain dari struktur senyawa metabolit sekunder laut adalah kandungan unsur halogen. Kekhasan struktur metabolit sekunder dari laut ini sangat dipengaruhi atau merupakan konsekuensi dari kondisi lingkungan laut yang sangat bervariasi. Faktor abiotik sebagai contoh: suhu air laut bervariasi dari –1,5 derajad Celcius di wilayah Antartika, hingga mencapai 350 derajat Celcius pada hidrotermal. Kandungan hara laut secara umum relatif sedikit sehingga mendorong mikroorganisme untuk hidup berasosiasi (bersimbiose) dengan flora dan fauna laut lainnya untuk saling bertukar nutrisi. Pada tataran mikroorganisme laut, simbiose ini sangat umum dijumpai, dan kompetisi untuk mendapatkan unsur hara atau sumber nutrisi lainnya sangatlah intensif (Hefni Effendi, 2012).


B.       Potensi Senyawa Bioaktif Bahan Alam
Ilmu Kimia secara sederhananya adalah ilmu berkaitan dengan struktur dan sifat (fisika dan kimia) dari berbagai zat, baik zat anorganik ataupun organik. Unit terkecil zat atau senyawa organik adalah molekul organik, sehingga struktur senyawa organik diwakili oleh struktur molekulnya. Struktur molekul bukan saja berkaitan dengan komposisi dan perbandingan atom-atom yang menyusun suatu molekul, melainkan juga susunan atau posisi atom-atom tersebut dalam ruang melalui ikatan kimia.
sebagaimana dicontohkan pada Gambar 1. Pada gambar tersebut diberikan tiga contoh struktur molekul senyawa alam, yaitu aspirin, asam giberelat (GA3) dan yesetoksin. Apabila melihat struktur aspirin, tampak struktur molekulnya relatif sederhana, yaitu hanya dibentuk oleh satu cincin benzena dan dua gugus fungsi (asam karboksilat, –CO2H, dan asetiloksi –OC(O)CH3). Struktur molekul asam giberelat tampak jauh lebih rumit dengan adanya tiga kerangka karbon melingkar dan lebih dari dua gugus fungsi, sementara struktur yesetoksin jauh lebih rumit lagi (sebelas kerangka karbon melingkar dan banyak gugus fungsi).
 
Contoh di atas baru sebahagian kecil dari keragaman struktur molekul alam dengan berbagai tingkat kerumitan strukturnya. Dari objek tumbuh-tumbuhan saja jumlah senyawa alam yang diproduksinya dapat mencapai bilangan yang tidak terbayangkan. Karena besarnya cakupan yang dihadapi, maka kajian senyawa-senyawa alam mengkristal dalam satu disiplin, yang disebut kimia organik bahan alam, untuk membedakan dari kajian sejenis dalam ruang lingkup disiplin biokimia. Istilah kimia bahan seringkali disinonimkan dengan “fitokimia”, yaitu kajian kimia organik tumbuh-tumbuhan, walaupun dalam kenyataannya juga meliputi kajian kimiawi dari organisme-organisme lain, seperti mikroorganisme dan hewan. Selanjutnya, senyawa-senyawa alam seringkali disinonimkan dengan istilah “metabolit sekunder” untuk membedakan dari kajian biokimia yang berurusan dengan proses kimiawi metabolisme primer.
Kajian fitokimia berawal dari isolasi senyawa alam, yaitu memisahkan-misahkan campuran senyawa alam menjadi sekelompok satu jenis senyawa, yang dilanjutkan dengan penentuan struktur molekul senyawa hasil isolasi tersebut. Kegiatan ini, dari awal kelahirannya sampai dewasa sekarang ini, selalu mendapat penghargaan dari masyarakat ilmiah atau masyarakat pada umumnya. Dari sisi keilmuan, kajian fitokimia telah berperan dalam mendewasakan keilmuan lainnya, antara lain ilmu kimia sintesis organik, farmakognosi, farmakologi, biokimia, dan spektroskopi, yang merupakan bagian dari wilayah ilmu fisika. Masyarakat luas menghargai kajian fitokimia karena berbagai terapan yang ditimbulkannya, terutama pada bidang kesehatan dan pertanian. Contoh yang paling umum adalah penemuan dan penentuan struktur molekul aspirin yang memiliki khasiat penghilang rasa nyeri dan merupakan salah satu obat yang banyak dikonsumsi di dunia, penemuan obat antibiotik penisilin yang mampu menyelamatkan banyak manusia dari serangan bakteri, dan penemuan asam giberelat (GA3) yang telah mengubah “wajah” cara-cara pertanian dalam peningkatan produksi pangan dunia. Serta masih sangat banyak lagi senyawa alam yang memiliki khasiat yang bermanfaat dalam bidang kesehatan baik sebagai anti kanker, antibiotik, anti inflamasi, anti tumor, diabetis, kardiovaskular, dan lain-lain.

C.      Karakteristik dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Bahan Alam
1.      Senyawa Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu senyawa alam organik yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan juga biota laut yang memiliki manfaat luat bagi kesehatan. Alakaloid adalah sebuah golongan senyawa basa nitrogen heterosiklik yang banyak terdapat pada tumbuhan.
Dari sifat fisika-kimianya umumnya alkaloid mempunyai 1 atom Nitrogen meskipun ada beberapa senyawa yang memiliki lebih dari 1 atom Nitrogen seperti pada ergotamine yang memiliki 5 atom N. atom N dapat berupa amin primer, sekunder ataupun tersier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasahannya tergantung pada struktur molekul dan gugus fungsionalnya). Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal yang tidak larut dengan titik lebur tertentu. Kebanyakan alkaloid yang bersifat basa dapat dilihat pada pasangan elektron nitrogennya. Jika gugus fungsional berdekatan dengan Unsur Nitrogen bersifat melepaskan elektron.
Pada identifikasi senyawa bioaktif alam alkaloid dari beberapa tumbuhan dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada jenis senyawa yang akan di ektraksi atau di fraksinasi dan jenis sampel yang digunakan. Pemilihan pelarut organik juga selalu menjadi pertimbangan penting guna mendapatkan hasil ekstraksi yang sempurna. Dalam identifikasi alkaloid pada tumbuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara, setelah mendapatkan hasil ekstrak yang cukup berulah dilakukan identifikasi lebih mendalam terhadap hasil ekstrak tersebut, dilakukan dengan cara uji fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam bahan tersebut salah satunya dengan cara mengambil 1 gram bagian hasil ekstraksi kemudian diektraksi kembali dengan 10 mL Kloroform amoniakal dikocok selama 1 menit dan hasilnya dibagi ke dalam 2 bagian tabung reaksi. Pada tabung yang pertama di tambahkan 0,5 mL asam sulfat 2 N. dengan perbandingan yang sama larutan tabung reaksi dibagi ke dalam 2 tabung reaksi kemuadian di uji masing-masing dengan menggunakan preaksi mayer dan wagner. Pada tabung reaksi yang kedua dilakukan pengujian dengan menggunakan preaksi hager. Kemudian secara bersamaan dilakukan pengamatan pada semua tabung reaksi jika terbentuk endapat maka dinyatakan positif mengandung alkaloid.
Selanjut nya dalam proses pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom dengan menggunakan eluen yang berbeda. Hasil dari kromatografi kolom dilanjutkan dengan pemurnian dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. Jika isolat menunjukkan pola bercak tunggal pada kromatografi lapis tipis maka dapat dikatakan isolat tersebut telah murni.
Isolat dari hasil pemisahan dan pemurnian di identifikasi menggunakan spertrofotometri UV-VIS dan spektrofotometri Infra merah untuk mengetahui struktur kimia dari senyawa yang terdapat pada bahan tersebut. (Brahmono Idrus, 2012)


2.      Senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan.  Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya (Markham, 1988 dalam Ary Hidayah, 2012).
flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu  susunan C6-C3-C6 .
Kerangka flavonoid :


Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu:
1.    Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
2.    Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
3.    Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana

    Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin 1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru  (cincin C) Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzene. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid diberikan dibawah:
Di antara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti diatas berbagai jenis dibedakan tahanan oksidasi dan keragaman pada rantai C3 (Markham, 1988 dalam Ary Hidayah, 2012).
Pada prinsipnya pemisahan (isolasi) adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yitu kecenderungan dari molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap (keatsirian), kecenderunga molekul untuk melekat pada permukan serbuk labus (adsorpsi dan penserapan) (Harborne, 1987 dalam Rizky Rithong, 2013)
Isolasi flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi, yakni dengan cara maserasi atau sekletasi menggunakan pelarut yang dapat melarutkan flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam pelarut polar, kecuali flavonoid bebas seperti isoflavon, flavon, flavanon, dan flavonol.lebih mudah larut dalam pelarut semi polar. Oleh karena itu pada proses ekstraksinya, untuk tujuanskrining maupun isolasi, umumnya menggunakan pelarut methanol atauetanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini bersifat melarutkan senyawa–senyawa mulai dari yang kurang polar sampai dengan polar. Ekstrak methanol atau etanol yang kental, selanjutnya dipisahkankandungan senyawanya dengan tekhnik fraksinasi, yang biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut (Monache, 1996 dalam Rizky Rithong, 2013).
Senyawa flavonoid diisolasi dengan tekhnik maserasi,mempergunakan poelarut methanol teknis. Ekstraksi methanol kental kemudian dilarutkan dalam air. Ekstrak methanol–air kemudian difraksinasi dengan n-heksan dan etil asetat. Masing–masing fraksiyang diperoleh diuapkan, kemudian diuji flavonoid. Untuk mendeteksiadanya flavonoid dalam tiap fraksi, dilakukan dengan melarutkansejumlah kecil ekstrak kental setiap fraksi kedalam etanol.Selanjutnya ditambahkan pereaksi flavonoid seperti : natriumhidroksida, asam sulfat pekat, bubuk magnesium–asam klorida pekat,atau natrium amalgam–asam klorida pekat. Uji positif flavonoidditandai dengan berbagai perubahan warna yang khas setiap jenis flavonoid (Geissman, 1962 dalam Rizky Rithong, 2013).
Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas. Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan pengembangan yang dapat memisahkan komponen paling baik (Harborne, 1987). Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksi yang dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang polar (seperti isoflavones, flavanones, flavones termetilasi, dan flavonol) terekstraksi dengan chloroform, dichloromethane, diethyl ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid glycosides dan aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan alcohols atau campuran alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan alkohol-air. Flavonoid dapat dideteksi dengan berbagai pereaksi, antara lain:
a.       Sitroborat
b.      AlCl3
c.       NH3
Sebelum melakukan suatu isolasi senyawa, maka yang dilakukan adalah ekstraksi terlebih dahulu.
Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosidanya, dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi alcohol kepada aldehid yang dikatalis oleh asam menghasilkan suatu asetal. Pada hidrolisis oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan ini disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa tersebut masinbg-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton (Rizky Rithong, 2013).
Flavonoid merupakan metabolit sekunder dalam tumbuhan yang mempunyai variasi struktur yang beraneka ragam, namun saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama. Jalur biosintesis flavonoid dimulai dari pertemuan alur asetat malonat dan alur sikimat membentuk khalkon, dari bentuk khalkon ini diturunkan menjadi bentuk lanjut menjadi berbagai bentuk lewat alur antar ubah posisi, dehidrogenasi, denetilasi dan lain-lain. Kenudian daripada itu menghasilkan bentuk sekunder dihidrokalkon, flavon, auron, isoflavon (penurunan selanjutnya membentuk peterokarpon dan rotenoid) dan dehidroflavonol (penurunan selanjutnya antosianidin, flavonol, epikatekin ) . Dari bentuk-bentuk sekunder tersebut akan terjadi modifikasi lebih lanjut pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan / pengurangan hidroksilasi, metilenasi, ortodihidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, dimerisasi, pembentukan bisulfat, dan yang terpenting glikolisasi gugus hidroksil (Rizky Rithong, 2013).
Spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara (5,7,4) adalah kekuatan nisbi yang rendah pada pita Idalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon. Ciri nisbi ini tidak berubah,bahkan bila pola oksigenasi berubah, sekalipun rentang maksimal serapan pada jenis flavonoid (tabel 2) yang berlainan tumpang tindih sebagai keseragaman polaoksigenasi. Keseragaman dalam rentang maksimal ini akan bergantung pada polahidroksilasi dan pada derajat substitusi gugus hidroksil (Markham, 1988 : 39 dalam Rizky Rithong, 2013).
3.      Senyawa Bahan Alam laut
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki garis pantai terppanjang ke dua di dunia setelah kanada. Dengan keragaman sumberdaya alam yang dapat hasilkan dari alam laut indonesia menarik minat pada para praktisi kimia untuk melakukan penelitian dan ekploitasi terhadapa biota laut indonesia yang sangat beragam. Dalam 1 dekade terakhir telah banyak di hasilkan senyawa metabolit sekunder dari biota laut indonesia baik senyawa yang sudah ada maupun senyawa baru. Yang menjadi menariknya bahwa pada saat ini pra praktirsi biokimia di indonesia sangat tertaring dengan senyawa alganit yang sangat banyak dihasilkan oleh ekosistem laut di indonesia seperti rumput laut, tripang, jenis-jenis alga, spongs, dan lain-lain. Dari beberapa biota laiut tersebut alginat yang diperoleh memiliki kareakteristik yang berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Alginat merupakan suatu polisakarida hasil ekstraksi rumput laut coklat seperti Sargassum sp. dan Turbinaria sp. yang banyak ditemukan di perairan Indonesia (Basmal dkk.,2002 dalam Amir Husni dkk, 2012).
 Alginat dalam pemanfaatannya berupa garam alginat dan garam ini larut dalam air (). Alginat dalam pasarannya sebagian besar berupa natrium alginat, yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air. Jenis alginat lain yang larut dalam air ialah kalium atau ammonium alginat. Sedang, alginat yang tidak larut dalam air adalah kalsium alginat dan asam alginat dan derivat atau produk turunan yang terpenting adalah propylene glycol alginat (Reen, 1986 dalam Amir Husni dkk, 2012).
Rumput laut memiliki banyak peranan penting bagi manusia. Ilalqisny dan Widyartini (2000) melaporkan bahwa sejak tahun 2700 SM, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan manusia. Perancis, Normandia, dan Inggris pada abad 17 mulai merintis pemanfaatan rumput laut untuk pembuatan gelas. Namun, pemanfaatan rumput laut secara ekonomis baru dimulai tahun 1670 di Cina dan Jepang, yaitu sebagai bahan obat-obatan, makanan tambahan, kosmetika, pakan ternak, dan pupuk organik. Pada tahun 2005 dilaporkan bahwa konsumsi rumput laut bagi masyarakat Cina, Jepang, dan Korea mencapai 2 milyar US$. Setiap hari sekitar 168 spesies alga telah dikomersilkan, di Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea, diantaranya porphyra (nori), laminaria (kombu), undaria (wakame). Porphyra atau nori merupakan rumput laut yang adalah yang paling populer di Jepang. Contoh makanan yang terbuat dari rumput laut terkenal di Jepang adalah Kombu. Kombu terbuat dari rumput laut jenis Laminaria sp yang termasuk golongan kelp (Achmad Sahri dkk, 2009 ).
Salah satu contoh kelp di Indonesia adalah Sargassum sp. Di berbagai belahan dunia, Sargassum sp merupakan jenis rumput laut di perairan tropis yang terkenal sebagai alginofit (penghasil alginat). Filipina, India dan Vietnam merupakan negara-negara yang mulai memanfaatkan rumput laut jenis ini. Menurut Atmadja et al., (1996) pada awal 1980 perkembangan permintaan rumput laut di dunia meningkat seiring dengan peningkatan pemakaian rumput laut untuk berbagai keperluan antara lain di bidang industri, makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetika, dan farmasi (obat-obatan). Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut untuk industri dimulai untuk industri agar-agar (Gelidium dan Gracilaria) kemudian untuk industri kerajinan (Eucheuma) serta untuk industri alginat (Sargassum).
Beberapa metabolit sekunder yang memiliki bioaktifitas telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons Indonesia antara lain β-sitosterol; Cholest-5-en-3_-ol; Cholestan-3_-ol; Ergosta-5,22-dien-3_-ol; 9,19-Siklocholest-24-en-3_-ol; dan Ergost-5-en-3_-ol, senyawa tersebut menunjukkan toksisitas terhadap A.salina (Sapar, 2004). Barangamide, brianthein, aptamin, lembehyne, dan bitungolides (Rachmaniar, 2003 dalam Anonim, 2012).
Senyawa-senyawa lain masih banyak diteliti dan dilaporkan mempunyai aktivitas farmakologis seperti caminoside A dan swinhoeiamide A (Astuti, 2003). Analisis yang dilakukan terhadap spons Xestospongia aschmorica menghasilkan empat senyawa manzamine baru dengan aktivitas antibakteri (Endrada et al., 1996). Manzamin A yang sebelumnya banyak diteliti karena potensinya sebagai senyawa antikanker mampu menghambat parasit malaria. Peptida pendek dan siklo peptide dari Theonella sp. Dan Microscleroderma sp. (Schmidt and Fusetani et al., 1999) yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan pengobatan penyakit pada manusia dan hewan (Schmidt and Faulkner,1998; Fusetani et al., 1999; dalam Sapar, 2004). Bunga karang yang aktif sebagai bakterisida pada komoditas perikanan antara lain Callyspongia sp, Halicondria sp, dan Auletta sp (Rosmiati & Suryati, 2001). Namun sejauh ini belum banyak data penelitian yang mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp sebagai bahan baku obat pada penyakit manusia dan hewan yang bersifat sebagai anti kanker. Oleh Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 13 karena itu perlu dilakukan penelusuran senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp serta uji toksisitas sebagai anti kanker dengan menggunakan uji BST dan antimitotik masing-masing menggunakan benur udang A. Salina dan telur bulubabi (Anonim, 2012).






D.      Mekanisme dan Efek Farmakologi
Alkoloid merupakan salah satu snyawa metabolit sekunder yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan diantaranya antispasmodik, didapatkan dari senyawa propil-piperidin, sedatif dari senyawa propil-piperidin atau hiosiamin & skopolamin, anthelmintik dari senyawa as. nikotinat (tumb. Areca catechu), analgetik narkotik dari senyawa kokain, antimalaria dari senyawa kinina (tumb. Cinchona succirubra), antibiotik dari senyawa viridicatin, analgetik untuk nyeri hebat, dari senyawa morfin, emetik ekspektorn dari senyawa amatina, antipiretik dari senyawa beberin, relaksan otot dri senyawa vinblastina, antihipertensi dari senyawa germidina, stimulan SSP dari senyawa d-norpseudo efedrin, theobromin yang juga berfungsi sbg diuretik, bronkodilator dari senyawa theofilina, simpatomimetik dari senyawa efedrin, insektisida dari senyawa seradina, serta adstringen pada radang selaput lendir, dari senyawa hidrastina Pada Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflamasi, dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid terutama terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan alkoksil (Huguet, et al., 1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe diketahui dapat  mengkatalisis beberapa proses yang  menyebabkan terbentuknya radikal bebas). Aktivitas antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Afanasav,et al., 1989 ; Morel,et al.,1993 dalam Rizky Rithong, 2013).


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Metabolit sekunder merupakan suatu senyawa yang sangat berguna dalam kelangsungan hidup manusia. Dari 1.000 spesies tumbuhan atau hewan yang terdapat didarat dan dilat merupakan penghasil metabolit sekunder. Dengan karakteristik senywa yang berbeda-beda, dan efek farmakologi serta mekanisme dan metabolisme yang berbeda pula dari masing-masing senyawa.
B.     Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap biota laut yang berpotensi menghasilkan metabolit sekunder.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sahri dkk, 2009. MENGENAL POTENSI RUMPUT LAUT. Available at  : SULTAN AGUNG VOL XLIV NO. 118 JUNI – AGUSTUS 2009
Amir Husni dkk, 2012. PENGEMBANGAN METODE EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. SEBAGAI BAHAN PENGENTAL.  Available at  : AGRITECH, Vol. 32, No. 1, FEBRUARI 2012
Anonim, 2012. Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari Spons Callyspongia sp. Available at  : Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7 Program Buginesia, Universitas Hasanuddin (Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-2132

Ary Hidayah, 2012.  SENYAWA FLAVONOID. Available at : http://intermediary-blog.blogspot.com/2011/11/senyawa-flavonoid.htmlPdf

Hefni Efendi, 2012. MENGUAK POTENSI SUMBER DAYA KIMIA BAHAN ALAM DARI LAUT. Jakarta : Departemen Menagemen Sumber Daya Perairan FPIK-IPB.

Rizky Rithong, 2013. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID. Available at KIMIA%20BAHAN%20ALAM/E%20L%20_%20FAHRYBIMANTARA%20%20ISOLASI%20DAN%20IDENTIFIKASI%20SENYAWA%20FLAVONOID%20DARI%20ALGA%20COKLAT%20Sargassum%20cristaefolium.htm (diakses pada tanggal 27 september 2013)



Komentar

Postingan Populer